Welcome To Library Corner

Oleh
Sugeng Priyanto dan Haryani
(pustakawan UNDIP)


PENDAHULUAN
Kemampuan pemustaka dalam memanfaatkan perpustakaan merupakan dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Akan tetapi banyak pemustaka yang terlahir di perguruan tinggi tidak tahu bagaimana memanfaatkan perpustakaan. Oleh karena itu, perpustakaan diharapkan mampu untuk mendidik pemustakanya untuk tertib dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan semua koleksinya secara maksimal. Dengan demikian perpustakaan akan berfungsi secara optimal apabila pemustakanya dapat mengetahui dengan baik dan cepat dimana dan bagaimana cara menemukan sumber informasi yang mereka butuhkan.
Pustakawan mengajarkan pemustaka bagaimana menggunakan perpustakaan meliputi koleksi, metode pencarian informasi yang disebut library instruction, bibliographic instruction hingga user instruction. Hal ini termasuk memberikan jawaban yang lengkap kepada pertanyaan pemustaka.
Dalam bahasa Inggris ada bermacam-macam istilah yang dipakai untuk pendidikan pemustaka diantaranya user education, library orientation, library instruction, bibliographic instruction, library use instruction, dan user guidance. User Education adalah istilah yang lebih luas yang digunakan daripada semua istilah lainnya.
Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi user education,
1. Hazel Mews
“ ….. instruction given to readers to help them make the best use of a library.”.
Pendidikan Pemustaka adalah instruksi yang diberikan kepada pemakai agar mereka dapat menggunakan perpustakaan dengan baik.
2. Renford and Hendrickson
“ …..encompass all activities designed to teach the user about library resources and research techniques”
Pendidikan pemustaka adalah cara suatu kegiatan pengajaran dengan menggunakan berbagai sumber perpustakaan dan cara-cara penelitian
3. Malley
"….a process whereby the library user is firstly made aware of the extend and number of the library s resources, of its services and of the information sources available to him or her, and secondly taught how to use these resources, servicces and sources".
Pendidikan pemustaka adalah suatu proses dimana pemustaka perpustakaan untuk pertama kali diberi pemahaman dan pengertian sumber-sumber perpustakaan, termasuk pelayanan dan sumber-sumber informasi yang saling terkait, bagaimana menggunakan sumber-sumber tersebut, bagaimana pelayanannya dan di mana sumbernya
4. ODLIS (Online Dictionary for Library and Information Science ) definisi user education (pendidikan pemustaka) adalah
“All the activities involved in teaching users how to make the best possible use of library resources, services, and facilities, including formal and informal instruction delivered by a librarian or other staff member one-on-one or in a group. Also includes online tutorials, audiovisual materials, and printed guides and pathfinders..”

Semua kegiatan yang terlibat dalam mengajar pengguna bagaimana memanfaatkan sebaik mungkin sumber daya perpustakaan, layanan, dan fasilitas, termasuk instruksi formal dan informal disampaikan oleh seorang pustakawan atau anggota staf lain satu-satu atau dalam kelompok. Juga termasuk tutorial online, bahan-bahan audiovisual, dan panduan tercetak dan pathfinders.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perlunya user education di perpustakaan perguruan tinggi, diantaranya adalah :
1. Sarana dan prasarana serta koleksi di perpustakaan merupakan suatu investasi yang sangat besar bagi perguruan tinggi, oleh karena itu perpustakaan harus digunakan dan dimanfaatkan semaksimal oleh pemustaka.
2. Pemustaka sebagian besar adalah mahasiswa yang ditekankan pada studi mandiri, sehingga diharapkan dengan library instruction, pemustaka mampu untuk lebih memahami dan menggunakan perpustakaan dengan berbagai fasilitas dan layanannya secara lebih efektif dan efisien.
3. Dengan adanya kegiatan pendidikan pemustaka maka perpustakaan harus mengatur dan membenahi dirinya agar dapat dipergunakan dengan mudah oleh Pemustakanya.
4. Dengan adanya kegiatan ini maka merupakan suatu kesempatan bagi pustakawan untuk meningkatkan diri bukan hanya sebagai petugas yang hanya melayani Pemustaka saja tetapi ikut serta menyumbangkan pikiran dan keahliannya dalam meningkatkan kualitas layanan perpustakaan.
5. Melalui pendidikan Pemustaka ini berarti perpustakaan telah dapat dan secara nyata memberikan sesuatu yang amat diperlukan oleh Pemustakanya.
Program pendidikan pemustaka perpustakaan (user education programme) bagi mahasiswa perguruan tinggi perlu mendapatkan perhatian. Berbagai alasan dikemukakan mengapa program tersebut perlu dilaksanakan oleh perpustakaan. Hal yang sering disoroti adalah
1. Kemampuan mahasiswa dalam memanfaatkan perpustakaan merupakan dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan.
2. Selain itu perpustakaan diharapkan mampu berfungsi dalam mendidik mahasiswa untuk menjadi pemustaka yang tertib dan bertanggungjawab.
3. Di sisi lain perpustakaan senantiasa mengupayakan agar segala kekayaan dalam bentuk koleksi, baik tercetak maupun terekam, dengan segala fasilitas dan pelayanannya, dapat digunakan secara maksimal oleh pemustaka.
Tujuan utama diadakannya kegiatan pendidikan pemustaka perpustakaan adalah untuk memperkenalkan ke pemakai bahwa perpustakaan adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat koleksi dan sumber informasi lain.
Menurut Rahayuningsih (2005), ada bermacam-macam tujuan yang hendak dicapai, diantaranya adalah :
1. Agar pemakai menggunakan perpustakaan secara efektif dan efisien.
2. Agar pemakai dapat menggunakan sumber-sumber literatur dan dapat menemukan informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi.
3. Memberi pengertian kepada mahasiswa akan tersedianya informasi di perpustakaan dalam bentuk tercetak atau tidak.
4. Memperkenalkan kepada mahasiswa jenis-jenis koleksi dan ciri-cirinya.
5. Memberikan latihan atau petunjuk dalam menggunakan perpustakaan dan sumber-sumber informasi agar pemakai mampu meneliti suatu masalah, menemukan materi yang relevan , mempelajari dan memecahkan masalah.
6. Mengembangkan minat baca pemakainya
7. Memperpendek jarak antara pustakawan dengan pemustakanya
Dalam user education, Malley (1984) membagi ke dalam dua hal yaitu library orientation dan library instruction. Orientasi perpustakaan bertujuan untuk mengenalkan pemustaka tentang keberadaan perpustakaan dan layanan apa saja yang tersedia di perpustakaan juga memungkinkan pemustaka mempelajari secara umum bagaimana menggunakan perpustakaan, jam buka, letak koleksi tertentu dan cara meminjam koleksi perpustakaan.
Ratnaningsih (1994) memberikan tujuan orientasi perpustakaan yaitu :
1. Mengetahui fasilitas yang tersedia di perpustakaan
2. Mengetahui kewajiban yang harus dipenuhi
3. Mengetahui tata letak gedung, ruang koleksi serta layanan yang tersedia.
4. Mengerti tata cara menggunakan catalog, computer dan media teknologi lain.
5. Mampu memanfaatkan perpustakaan secara maksimal dengan efektif dan efisien.
6. Mampu menemukan koleksi yang dibutuhkan dengan cepat dan tepat.
7. Dapat menggunakan sumber-sumber penelusuran referensi, baik secara tradisional maupun media elektronik yang ada.
8. Termotivasi senang belajar di perpustakaan.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah melaksanakan program pendidikan pemustaka, di antaranya adalah Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara, Universitas Atmajaya, Universitas Pelita Harapan, Universitas Sanata Dharma serta beberapa universitas lain.
Cara dan waktu pelaksanaan pendidikan pemustaka berbeda-beda, misalnya
1. Ada yang memasukkan program pada saat orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek),
2. Ada pula yang memasukkan dalam mata kuliah tertentu
Pendidikan pemustaka dimasukkan dalam mata kuliah kapita selekta dengan 2 SKS dan bersifat wajib. Sementara di Perpustakaan Universitas Pelita Harapan Tangerang, selain memasukkan program pendidikan pemustaka saat ospek, juga melayani permintaan jurusan dengan materi di kelas selama 2 jam.
3. Ada yang mewajibkan mahasiswa baru mengikuti progam sebagai syarat mendapatkan kartu anggota perpustakaan tetapi ada yang tidak mewajibkan mahasiswa baru dan hanya melayani mereka yang berminat.
Berbagai pendidikan pemustaka yang diterapkan dibeberapa perguruan tinggi belum mencapai hasil maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Kurangnya tenaga pustakawan profesional,
2. kurangnya fasilitas perpustakaan,
3. Belum terjalinnya kerjasama di antara staf, pustakawan dan pemustaka, serta
4. Perencanaan program yang belum tepat.
Kadang-kadang pelaksanaan program tidak memperhatikan beberapa aspek seperti tujuan program, waktu pelaksanaan, rnateri yang akan disampaikan, siapa pelaksananya, serta metode yang akan digunakan. Sehingga terkesan hanya melaksanakan suatu program rutin, tanpa dipikirkan hasil yang akan dicapai.

Metode Pendidikan Pemustaka
Agar program pendidikan pemustaka perpustakaan dapat memperoleh hasil yang maksimal, perlu menentukan metode apa yang kira-kira sesuai dan efektif digunakan. Dalam memilih metode perlu pula dipertimbangkan medianya, karena masing-masing media mempunyai daya guna yang berbeda
Menurut Fjalbbrant dan Malley (Ratnaningsih, 1994) metode pengajaran yang cocok bagi program pendidikan pemustaka secara garis besar dapat dibagi atas 3 kelompok, yaitu
1. Metode yang sesuai pendidikan kelompok
2. Metode yang sesuai untuk pendidikan individu/perorangan
3. Metode yang dapat dipakai baik bagi pendidikan kelompok maupun perorangan
Metode yang dipilih dalam penyajian, masih pula harus mempertimbangkan subyek yang diajarkan, pemustaka yang mengikuti pendidikan dan pengajar atau pembimbingannya. Dalam pendidikan pemustaka dapat juga memilih beberapa metode antara lain :
a. Ceramah
b. Seminar/tutorial/demonstrasi
c. Wisata perpustakaan
d. Metode audio visual : Film, Video tape, Slide
e. Bentuk tercetak : Brosur, Leaflet
f. Latihan/Praktek
g. Program bimbingan kelompok
h. Program bimbingan khusus
I. Program bimbingan individu

Pelaksanaan Pendidikan Pemustaka
Mengenai kapan pendidikan pemustaka dapat dilaksanakan, tergantung kepada kedua pihak, yaitu antara pemustaka dan perpustakaan. Beberapa perpustakaan perguruan tinggi melaksanakan program ini sebagai program wajib bagi setiap pemustaka perpustakaan, yang dilaksanakan secara kontinyu dan terjadwal.
Tempat pelaksanaan dapat di perpustakaan atau fakultas, disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Tetapi nampaknya perpustakaan merupakan salah satu altematif terbaik sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan pemustaka, mengingat perpustakaan merupakan unsurpendukung terpen ting dalam penyelenggaraan program pendidikan pemustaka. Tentu saja perpustakaan harus menyelenggarakan kerja sama dengan fakultas agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Pelaksanaan pendidikan pemustaka dapat dilakukan dengan tiga tingkatan antara lain:
a. Tingkatan orientasi
Orientasi ini biasanya dilakukan pada mahasiswa baru pada awal mengikuti kegiatan ospek. Kegiatan pendidikan pemustaka yang disatukan dalam ospek tersebut diberikan pada materi khusus yang diselenggarakan selama kurang lebih 2 jam. Dengan materi mengenai. pentingnya perpustakaan, jam buka perpustakaan. sarana temu kembali informasi, jasa perpustakaan.jenis koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan dan peraturan perpustakaan. Metode pendidikan pemustaka yang dapat digunakan adalah ceramah dengan prinsip pengenalan. kunjungan perpustakaan dan demonstrasi atau peragaan. Pelaksanaan dalam pemberian pendidikan pemustaka pada tingkat ini adalah minimal pustakawan dengan kualifikasi setingkat sarjana muda ilmu perpustakaan.
b. Pendidikan pemustaka pada tingkatan tertentu.
Pendidikan pemustaka pada tingkatan tertentu ini, ada yang melalui jalur kurikulum, ada juga melalui bimbingan individu atau kelompok (non kurikulum). Pada jalur kurikulum ada yang dititipkan pada metodologi penelitian, ada yang masuk ajaran pengantar perpustakaan dan ada juga yang memasukkan kedalam ajaran penelusuran literatur. Dengan alokasi waktu selama satu semester dengan 2 SKS. Untukjalur non kurikulum (bimbingan individu/kelompok) pendidikan pemustaka dapat dilakukan oleh pustakawan dengan cara bimbingan langsung pada masing-masing pemustaka. Dapat juga dibuka kelas pada jumlah tertentu dan dilaksanakan pendidikan pemustaka Pembahasan di perpustakaan.
Materi pendidikan pemustaka pada tingkatan ini sarna dengan materi orientasi, namun ada penekanan dalam materi pemustakaan sarana temu kembali informasi (katalog, indeks, abstrak dan bibliografi) juga penelusuran informasi otomasi. Staf pelaksananya bisa pustakawan atau yang berkualifikasi sarjana muda bidang ilmu perpustakaan. Untuk materi praktek di perpustakaan bisa dibantu oleh asisten pustakawan. Metode yang cocok adalah ceramah, demonstrasi dan praktek/latihan.
c. Pendidikan pemustaka pada peserta Pascasarjana
Pendidikan pemustaka program pascasarjana ini biasanya peserta terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Karena para peserta selalu melakukan penelitian, mereka selalu membutuhkan referensi yang lengkap dan mutahir dari jurnal, bibliografi dan sumber informasi tentang penelitian lain. Mereka sering melakukan wawancara dan dialog dengan pustakawan yang kompeten untuk mendiskusikan penelusuran informasi yang kadang sangat spesifik. Untuk kebutuhan seperti ini diperlukan adanya pustakawan spesialis atau setidaknya pustakawan yang telah mendalami bidang layanan minat tersebut dengan cukup pengalaman, sehingga mudah untuk memahami terminologi khusus yang kadang diperlukan pemustaka.
Pada tingkat ini, pendidikan pemustaka dapat dilaksanakan setiap tahun atau 2 x setahun. Materi yang diberikan sarna dengan tingkat pendidikan pemustaka yang lain tetapi ada penekanan pada materi penelusuran baik manual maupun terotomasi juga pemakaian bibliografi hasil-hasil penelitian. Staf pelaksana setidaknya berkualifikasi setingkat S-1 dan S-2 ilmu perpustakaan. Untuk pelaksanaan praktek bisa dibantu asisten pustakawan. Metode pendidikan/penyampaian yang cocok untuk program tingkat ini adalah : dibagikan makalah, ceramah, praktek penelusuran, dan soal-soal latihan, misal dengan membuat panduan pustaka ("path finder")
d. Pendidikan pemustaka melalui homepage
Seiring dengan makin mudahnya akses internet maka banyak perpustakaan yang memiliki web site. Kegiatan pendidikan pemustaka akan lebih efisien dan efektif bila dilakukan melalui home page yang bisa diakses oleh pemustakanya. Fasilitas ini bisa diakses dimanapun dan kapanpun oleh pemustaka perpustakaan. Fasilitas homepage untuk pendidikan pemustaka telah dilakukan oleh perpustakaan di luar negeri misalnya di Perpustakaan Pusat University of The Ryukyus, Japan, dimana perpustakaan menyampaikan informasi kegiatannya yang dapat diakses pemustakanya dimanapun berada.
Informasi tersebut adalah :
1. Informasi kegiatan perpustakaan
2. Petunjuk menggunakan perpustakaan
3. OPAC, dan data base CD-ROM (searching)
4. Pengantar bahan – bahan local
5. Pameran
6. Bulletin perpustakaan
Keuntungan metode tersebut antara lain :
a. Cepat
b. Dapat setiap saat diperbaharui
c. Tidak perlu waktu khusus untuk menyampaikannya (bahkan bisa sepanjang tahun)
d. Bila dihitung secara keseluruhan akan lebih murah

Library Instruction
Pada saat ini, jumlah informasi yang dihasilkan dan yang dapat diakses terutama melalui internet tumbuh dengan pesat. Kemampuan untuk menggunakan berbagai macam bentuk informasi dengan efektif dan efisien sangatlah penting. Ketrampilan ini yaitu library literacy atau information literacy.
Library instruction merupakan komponen yang penting dalam pencarian informasi, mempromosikan pembelajaran seumur hidup dengan menyediakan bantuan yang tidak hanya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, tetapi juga belajar untuk menemukan informasi apabila referensi bantuan tidak selalu tersedia.
Menurut ODLIS, library instruction memiliki definisi yang sama dengan bibliographic instruction yaitu
Instructional programs designed to teach library users how to locate the information they need quickly and effectively. BI usually covers the library's system of organizing materials, the structure of the literature of the field, research methodologies appropriate to the discipline, and specific resources and finding tools (catalogs, indexes and abstracting services, bibliographic databases, etc.).

Di perpustakaan akademik, LI biasanya berkaitan dengan kursus atau kursus-terintegrasi. Perpustakaan yang memiliki LI dengan laboratorium komputer dilengkapi sesi praktek penggunaan katalog online, database bibliografi, dan sumber daya Internet. Instruksi biasanya diajarkan oleh pustakawan layanan instruksional dengan pelatihan khusus dan pengalaman dalam metode pedagogis.
Library Instruction bertujuan agar para pemakai dapat memperoleh informasi yang diperlukan dengan tujuan tertentu dengan menggunakan semua sumber daya dan bahan yang tersedia di perpustakaan. Instruksi perpustakaan berkaitan dengan temu kembali informasi. Tujuan Library Instruction menurut Ratnaningsih (1994) adalah memberikan bimbingan bagi pemakai dengan tingkatan tertentu dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mampu memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien
2. Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam penemuan informasi yang mereka butuhkan
3. Mampu menelusur informasi melalui sarana-sarana penelusuran informasi yang ada
4. Memahami penelusuran bibliografi baik secara manual (catalog) maupun dengan media teknologi (computer, CD ROM dsb).
Jenis-jenis dari Library Instruction yaitu :
1. Point-of-Use Instruction
Beberapa penulis memberikan gambaran point-of-use instruction dengan informasi tercetak di perpustakaan yang memberikan penjelasan tentang alat dan koleksi referensi yang dipajang dimana alat dan koleksi tersebut diletakkan. Ketika pemustaka membutuhkan jawaban maka pustakawan memberikan gambaran yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka.
2. Formal Instruction
Formal instruction merupakan salah satu aspek dari user education. Macamnya yaitu :
• Tour dan orientasi Perpustakaan
• Presentasi di kelas
• Tutorial

PENUTUP
Kegiatan user education termasuk didalamnya library instruction merupakan kegiatan yang sangat penting bagi perpustakaan. Kesuksesan pemustaka dalam memanfaatkan seluruh fasilitas dan koleksi perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasinya akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pelaksanaan user education. Kesuksesan kegiatan ini akan memberikan dampak positif bagi ketrampilan literasi informasi pemustaka.
Seperti yang kita ketahui bahwa informasi memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan, maka pemustaka yang memiliki information literacy skill yang baik akan berhasil dalam setiap tahapan bidang kehidupan yang dilaluinya.

DAFTAR PUSTAKA
Asrukin, Mochammad. 1995 . Memahami kebutuhan pemakai perpustakaan. Bulletin Bina Pustaka No. 103/th.XVI
Evans, G. Edward. et. al. 1992. Introduction to public library services. Colorado : Libraries Unlimited.
Malley, Ian. 1984. The basics of information skills teaching. London: Clive Bingley
Rahayuningsih, F. 2005. Mengkaji pentingnya pendidikan pemustaka. Info Persadha Vol. 3/No.2/Agustus 2005.
Soerono. 1996. Pendidikan pemustaka pada perpustakaan perguruan tinggi.Media Pustakawan Volume III No. 4 Desember 1996.
Sulistyo-Basuki. 1992. Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta : Gramedia.
University Ryukyu Library. 1999. User’s guide to the Library University Ryukyus.
http://lu.com/odlis/ diakses pada tanggal 14 januari 2011 pukul 17.00

oleh :
Djoko Prasetyo (pustakawan UNSOED)
R.M. Endhar Priyo Utomo (pustakawan MM UNDIP)



Pendahuluan

Ada perbedaaan yang mendasar antara perusahaan sebagai organisasi yang berorientasi bisnis dan perpustakaan sebagai organisasi nirlaba. Organisasi perusahaan memperoleh dana pertama dari pemodal, disamping dari modal sendiri. Jika perusahaan telah berjalan, dana berikutnya diperoleh dari hasil operasinya yang sangat ditentukan oleh konsumen. Bila barang dan jasa yang dihasilkan mampu memuaskan, maka operasi dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan perusahaan dapat melanjutkan aktivitasnya. Sedangkan perpustakaan sebagai organisasi nirlaba memperoleh dana dari lembaga induknya serta donor dan sumbangan lain yang jumlahnya tidak dapat ditentukan.
Pada hakekatnya perpustakaan akan saling bersaing dalam mendapatkan dana dalam sebuah lembaga dimana perpustakaan berada maupun dari donor. Kriteria untuk memperolehnya adalah seberapa besar kebutuhan masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh perpustakaan. Bagi perpustakaan yang tidak dapat membuktikan hal tersebut artinya tidak memiliki hak hidup, maka tidak pula memiliki hak untuk memperoleh dana. Oleh karena itu perpustakaan harus dapat membuktikan perannya, sehingga mempunyai hak untuk melanjutkan eksistensinya dan meraih dana yang cukup. Dalam hal tersebut menjadi sangat penting perpustakaan memberdayakan sumberdaya yang dimiliki agar perpustakaan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan pendekatan pemasaran.






Pemasaran

Penerapan pemasaran pada organisasi nirlaba idenya dilahirkan dalam sebuah seri artikel oleh Kotler dan Levy, Kotler dan Zaltman, dan Shapiro antara tahun 1969 hingga 1973. Artikel-artikel tersebut menyatakan bahwa

“Pemasaran adalah kegiatan yang pervasive yang lebih dari sekedar menjual pasta gigi, sabun dan baja. Pemilu mengingatkan kita bahwa kadindat dipasarkan seperti sabun; seleksi mahasiswa mengingatkan kita bahwa pendidikan tinggi dipasarkan dan mencari dana mengingatkan kita bahwa “sebab” dapat dipasarkan…..Meskipun belum ada upaya yang meneliti apakah prinsip pemasaran yang baik dalam produk tradisional dapat dialihkan untuk pemasaran jasa, orang dan ide.”

Setelah kehadiran ide tersebut di atas, banyak para sarjana dan profesi pemasaran saling bermunculan untuk menunnjukkan prinsip-prinsip pemasaran yang sesungguhnya mempunyai nilai-nilai produktif yang dapat diperluas dan diterapkan pada situasi dan organisasi yang berbeda.
Dalam perkembangannya ide penerapan pemasaran dapat diterima karena didorong oleh menariknya jandi yang diberikan oleh pemasaran. Kemudian para praktisi pelayanan kesehatan, pendidikan, kesenian, berebut untuk menjangkau ilmu baru tersebut dan menggali kemungkinan-kemungkinannya. Langkah tersebut segera diikuti oleh ahli-ahli perpustakaan, ahli-ahli rekreasi, politikus dan pimpinan organisasi pelayanan lembaga social lainnya.

Bauran Pemasaran

Bauran adalah seperangkat unsur pemasaran yang dapat dikendalikan oleh organisasi. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi dan dikontrol dengan melihat kebutuhan secara individual dan kolektif agar tujuan pemasaran dapat berhasil. Hal ini dilakukan dengan kerangka kerja untuk mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi penggunaan layanan suatu organisasi.
Pada tahun 1990an Kotler memperkenalkan konsep baru dari sebuah paradigma pengguna, yaitu paradigma 4C (yang merupakan buyer paradign) yang menggantikan paradigma 4P yang secara umum sebagai paradigma pemasar (seller’s paradigm). Hal tersebut dikatakan akan bermanfaat bagi pustakawan dan profesi informasi. Perubahan strategi dan pendekatan 4C yang disampaikan oleh Kotler menjadi sebuah bauran yang lebih mudah diterima oleh kalangan pustakwan dan professional informasi.
Perubahan dari paradigma 4P menjadi 4C, adalah sebagai berikut :
1. Product menjadi value to Client or User, Costumer value.
2. Price menjadi Cost to the costumer and includes time and energi cost.
3. Place menjadi Convinience.
4. Promotion menjadi Communication.

Pemberdayaan Pelayanan Informasi Melalui Penerapan Bauran Pemasaran di Perpustakaan

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, meskipun dapat dikatakan sebagai organisasi nirlaba, sebagai sebuah organisasi yang memberikan pelayanan kepada pemustaka, perpustakaan tetaplah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pemustaka. Sebuah pelayanan di perpustakaan dapat dinilai baik, apabila pelayanan tersebut dapat memberikan nilai kepuasan bagi pemustaka.
Sebagai sesuatu yang terkadang tidak disadari oleh para pengelola perpustakaan, perpustakaan dapat dikatakan sebagai “perusahaan” yang secara tidak langsung “menjual” jasanya kepada pemustaka. Sebagai sebuah “perusahaan” yang menjual jasa kepada pemustaka, perpustakaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya yang dalam hal ini adalah pemustaka.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka. Salah satu hal yang dapat diberikan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka adalah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada mereka. Adanya penerapan sebuah konsep layanan yang berorientasi kepada pemustaka sangatlah diperlukan.
Dalam dunia pemasaran dikenal sebuah konsep yang dikenal dengan bauran pemasaran dengan paradigma 4C, yaitu sebuah konsep pemasaran yang berorientasi kepada konsumen dalam menjual produknya. Apabila diterapkan di perpustakaan, produk yang dijual dalam hal ini adalah jasa yang diberikan oleh perpustakaan kepada pemustaka. Salah satu bentuk jasa dalam hal ini adalah pelayanan informasi yang diberikan perpustakaan kepada pemustaka.
Bauran pemasaran (marketing mix) juga dikenal sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target market. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasinya. Konsep bauran pemasaran tidak mutlak milik perusahaan atau organisasi bisnis, tetapi juga dapat diterapkan pada perpustakaan.
Dalam proses pemasaran, akan menyentuh elemen-elemen pemasaran dari hari ke hari, misalnya interaksi antara pustakawan dengan dengan pemustaka, termasuk disini adanya penyediaan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan pemustaka. Ada beberapa kegiatan perpustakaan yang secara eksplisit terkait dengan proses pemasaran misalnya survey perilaku pemustaka dan lainya.
Bauran pemasaran (marketing mix) dengan paradigma 4C yang terdiri dari costumer value, cost to the costumer, convenience dan communication. Konsep tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang maksimal.


Berikut ini diuraikan bauran pemasaran 4C dalam perpustakaan sebagai berikut :
1. Costumer value
Pemustaka akan menilai kebutuhannya dapat terpenuhi atau tidak di perpustakaan, dengan demikian costumer need and want pemustaka merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah produk atau jasa di perpustakaan. Suatu perpustakaan harus menetapkan sistem-sistem yang akan membantu peluncuran produk-produk baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pemustaka. Misalnya pengadaan pelayanan sore sampai dengan malam hari, seharusnya benar-benar merupakan keinginan dan kebutuhan dari pemustaka. Dalam hal tersebut penilaian pemustaka merupakan pandangan yang menguntungkan dan merupakan salah satu kunci dalam pemasaran perpustakaan. Perpustakaan harus dapat memenuhi kebutuhan kognitif dari para pemustaka, hal ini berkaitan erat dengan dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang terhdap lingkungannya.
Kebutuhan tersebut di atas harus menjadi perhatian pihak perpustakaan, karena menyangkut pada hasrat atau keinginan seseorang untuk memahami dan menguasi lingkungannya. Selain itu, kebutuhan tersebut juga dapat memberikan kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang.
Dalam penerapan konsep ini, haruslah ada sesuatu hal yang dapat memberikan nilai lebih bagi pemustaka pada saat memanfaatkan layanan di perpustakaan. Pemustaka sebagai customer perpustakaan semestinya mendapatkan nilai yang lebih ketika mereka mencukupi kebutuhan informasinya di perpustakaan, seperti jam layanan yang lebih panjang ketika perpustakaan membuka layanan sore hari. Dengan adanya nilai lebih yang diberikan oleh perpustakaan diharapkan akan berdampak pada meningkatnya tingkat kepuasan pemustaka ketika memanfaatkan layanan di perpustakaan
2. Cost to the Costumer
Sudut pandang tentang kegiatan pemasaran di perpustakaan adalah bahwa kegiatan tersebut dimulai dengan pemustaka dan persepsinya tentang biaya dan keuntungan yang diperoleh dari perilaku yang diinginkan perpustakaan. Pemustaka menyeimbangkan perolehan keuntungan dari tindakan yang dilakukan dengan biaya yang dikeluarkan. Pembayaran dengan sejumlah uang hanyalah salah satu bentuk dari pengorbanan atau harga dalam makna ekonomi tradisional.
Harga akan selalu berhubungan dengan biaya pelanggan yang akan ditentukan, oleh sebab itu, perpustakaan harus mempertimbangkan keseimbangan informasi yang diberikan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemustaka. Dalam menentukan harga informasi haruslah selalu berdasar pada analisis kemampuan dan kelemahan pemustaka dalam segi ekonomi, dan sosial budaya terutama minat baca masyarakat berimbang dengan perpustakaan sebagai lembaga pemberi jasa. Bila tidak terpenuhi, perpustakaan sebagai lembaga informasi bisa ditinggalkan oleh pemustakanya.
Dalam penerapan konsep ini, perpustakaan sebagai penyedia jasa layanan haruslah dapat secara cermat menghitung besaran biaya yang dapat dikenakan kepada pemustaka ketika mereka memanfaatkan jasa layanan di perpustakaan.
Contoh penerapan dari konsep ini adalah jasa layanan pinjam antar perpustakaan. Dengan adanya jasa tersebut dapat lebih menghemat waktu dan biaya yang harus dikeluarkan
Dari uraian di atas jelas bahwa perpustakaan harus dapat memberdayakan sumber-sumber informasi baik yang ada didalam maupun di luar perpustakaan, dengan demikian diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan pemustaka sesuai dengan keinginannya.

3. Convenience
Untuk membuat suatu pertukaran, para pemasar harus mampu membuat kontak langsung maupun tidak langsung dengan konsumen sasaran. Untuk masalah produk, hal berarti bahwa barang-barang tersebut harus disampaikan dan didekatkan secara fisik. Untuk pelayanan, berarti membuat pelayanan tersebut tersedia di saat dan di tempat konsumen menggunakannya.
Dalam kasus pemasaran informasi di perpustakaan, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :


a. Lokasi gedung yang strategis
Gedung perpustakaan hendaknya berlokasi di tengah-tengah lingkungan masyarakat agar mudah diakses.
b. Penempatan Perabotan dan fasilitas
Perabotan dan fasilitas perpustakaan hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat memperlancar aktivitas yang ada di perpustakaan.
c. Penempatan bahan perpustakaan/sumber informasi
Penyusunan dan penempatan bahan perpustakaan di rak diatur secara sistematis dengan menggunakan standar yang ada. Dengan penataan yang sistematis akan mempermudah dalam penempatan dan penembuan kembali informsi/sumber informasi.
Dalam penerapan konsep ini, perpustakaan juga harus dapat melihat dalam kacamata pemustaka sebagai customernya. Perpustakaan harus dapat melihat kemampuan pemustaka untuk dapat mengakses sumber-sumber informasi yang ada. Sebagai sebuah “perusahaan” yang berorientasi kepada kepuasan “customer”, perpustakaan haruslah dapat lebih mendekatkan diri kepada pemustaka dalam hal akses sumber-sumber informasi yang dimilikinya. Adanya kemudahan untuk dapat mengakses sumber-sumber informasi yang ada, secara tidak langsung akan dapat meningkatkan tingkat kepuasan pemustaka sebagai customer dari perpustakaan.

4. Communication
Komunikasi bukanlah suatu yang dapat diabaikan oleh organisasi nirlaba, segala hal tentang organisasi, produk, staf, fasilitas, dan tindakkan mengkomunikasikan sesuatu. Setiap organisasi seharusnya memeriksa gaya, kebutuhan dan kesempatan komunikasinya serta mengembangka sutau program komunikasi yang dapat berpengaruh secara positif dari segi biaya.
Tanggung jawab komunikasi suatu organisasi mempunyai sasaran yang luas, namun komunikasi dalamkonteks pemasaran lebih ditekankan pada aspek promosi, bagaimana agar jasa dan layanan perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemustaka.
Termasuk bentuk komunikasi dalam kaitannya dengan kegiatan promosi adalah penampilan fisik, kecepatan proses dan penampilan/performans dari staf perpustakaan, seperti berikut :
a. Penampilan fisik
Walaupun perkembangan teknologi informasi dan komunkasi sudah demikian pesat, tapi proses “konsumsi” jasa perpustakaan hingga saat ini masih berlangsung di gedung perpustakaan. Oleh karena itu untuk menciptakan rasa nyaman bagi pemustaka. Perlu sekali diciptakan ruangan yang bersih, ditata dengan rapi, serasi dan menarik. Tersedianya fasilitas gedung yang terawat dan terjaga dengan baik seperti penerangan, serta fasilitas umum seperti mushola, toilet. Penataan ruang yang baik menuntut perhatian yang terus menerus.
b. Kecepatan proses
Perpustakaan sebagai penghasil jasa informasi, memiliki ciri yang khas yang berbeda dari organisasi penghasil barang. Pada organisasi penghasil barang, proses berbeda jauh dari konsumen karena dilakukan di dalam pabrik. Konsumen menerima hasil akhir lewat distributor-distributor.
Pada organisasi penghasil jasa seperti perpustakaan proses produksi dan konsumsi jatuh pada saat yang sama. Pustakawan perlu memahami dengan benar bahwa justru proses produksi itulah yang dijual. Keseluruhan sistem berlangsung seperti kebijakan, prosedur, aliran informasi, keterlibatan pemustaka dalam penyelenggaraan jasa, akan sangat berpengaruh terhadap kesan yang diperoleh pemustaka. Oleh sebab itu kelancaran dalam keseluruhan proses harus terus menerus disempurnakan.
c. Kinerja pustakawan
Pihak yang mengerjakan proses dan menghasilkan jasa layanan adalah pustakawan yang secara langsung berhadapan dengan pemustaka. Sehingga dikatakan bahwa variable inilah yang terpenting. Para pustakwan harus berperilaku professional. Perilaku professional dapat terwujud, jika mereka memiliki keahlian/keterampilan pemasaran, komunikasi dan lain-lainnya serta memiliki jiwa seni (art), semangat melayani yang konsisten atau berdedikasi dan berwawasan maju.
Konsep ini adalah bagian terpenting dalam penerapannya di perpustakaan. Komunikasi menjadi bagian terpenting ketika perpustakaan memberikan pelayanan kepada pemustaka. Adanya komunikasi yang baik ketika memberikan pelayanan kepada pemustaka menjadi kunci keberhasilan dalam sebuah layanan di perpustakaan. Dalam penerapan konsep ini, pustakawan menjadi kunci pokok berhasil atau tidaknya komunikasi yang dibangun oleh perpustakaan dengan pemustaka.


Penutup

Dari uraian-uraian yang telah disampaikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dapat memberikan layanan pemustaka yang baik, diperlukan sebuah konsep bauran pemasaran dengan penerapan paradigma 4C. Konsep ini memungkinkan terciptanya sebuah perpustakaan yang berorientasi kepada pemustaka.

Daftar Pustaka

Corrall, Sheila, Breverton, Antony. The New Professional’s Handbook : your guide to information services management. London : Library Association Publishing, 1999.

Kotler, Philip, Andreasen, Alan R. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1995.

Saez, Eileen E. de. Marketing Concepts for Libraries and Information Service. Library Association, 1993.

Yusup, Pawit M. Ilmu Informasi, Komunkasi dan Kepustakaan. Jakarta : Bumi Aksara, 2009; 338.

;;
Olah Data Statistik
(024) 74000680
 
 
 
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA