Welcome To Library Corner

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedang pada pasal 45 (1) dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Salah sarana yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang
harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan
pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan. Hal ini mengandung arti
bahwa dalam penyelenggaraan sekolah sebagai satuan pendidikan pada jalur formal
dipersyaratkan untuk menyediakan sarana pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
fisik, kecerdasan, intelektual, sosial , emosional, dan psikis peserta didik.
Namun dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan perpustakaan sekolah banyak mendapat kritik karena berbagai kelemahannya. Kritik ini terutama ditujukan pada peran perpustakaan sekolah itu sendiri yang belum mampu menunjang proses kegiatan belajar peserta didik secara optimal (Sulistyo-Basuki, 1991:50). Dengan segala keterbatasannya akhirnya perpustakaan sekolah hanya berfungsi sebagai pelengkap dari satuan pendidikan formal. Hal ini memperlihatkan lemahnya peran perpustakaan sekolah dalam menunjang proses belajar siswa di sekolah.

Beberapa alasan penyebab tidak maksimalnya perpustakaan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, antara lain :
(1) kurangnya pemahaman/pengertian terhadap essensi
perpustakaan sebagai infrastruktur dalam menyediakan informasi (baik dari pihak kepala sekolah, guru dan siswa)
(2) pengelola perpustakaan sekolah tidak optimal dalam memberikan jasa layanan terutama rangka memenuhi kebutuhan informasi pemakai
(3)kurang terpeliharanya komunikasi antara perpustakaan sekolah dengan masyarakat
pemakainya.
Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan aktivitas promosi untuk dapat meningkatkan
pemberdayaan perpustakaan sekolah dengan sasaran terwujudnya optimalisasi sumberdaya
perpustakaan.
Problematika dalam pengelolaan perpustakaan sekolah
Dalam pengelolaan perpustakaan sekolah, seringkali diperhadapkan dengan berbagai
kendala diantaranya :

1. Ruang Perpustakaan
Tidak semua sekolah memiliki ruang perpustakaan tersendiri. Umumnya sekolah-
sekolah tidak menganggap hal itu sebagai suatu masalah. Akibatnya banyak sekolah yang
menjadikan ruang-ruang sempit untuk perpustakaan. Misalnya di gang-gang antar kelas, di perumahan yang tidak terpakai, bahkan sangat mungkin bercampur dengan ruang guru atau tata usaha.
2. Koleksi Bahan Pustaka
Dalam pengembangan koleksi bahan pustaka, pada umumnya sekolah-sekolah di
Indonesia hanya mengharapkan datangnya bahan pustaka dari pemerintah. Tidak ada
upaya untuk mencari atau mendapatkan dari cara yang mandiri. Akibatnya bahan pustaka
tidak seimbang prosentase antar golongan/klasifikasi. Dari hasil pantauan selama ini, bahan pustaka koleksi perpustakaan sebagian besar terdiri dari buku-buku pelajaran dan buku-buku cerita/dongeng yang tidak menunjukkan adanya rencana pengembangan perpustakaan. Memang ada sedikit sekolah yang menyertakan surat kabar atau majalah di perpustakaannya, namun itupun tidak rutin dan sekedar menjadi jangan kepantasan atau pelengkap belaka. Lebih parah lagi jika buku-buku perpustakaan isimpan di almari tertutup dan hanya dipinjamkan kepada murid sepanjang diperlukan.
3. Anggaran
Anggaran untuk pengembangan perpustakaan pada umumnya tidak menentu. Tidak ada ketentuan secara pasti berapa anggaran pengembangan perpustakaan secara rutin
dapat diperoleh dari suatu sumber. Anggaran hanya didapatkan dari pungutan murid-murid sepanjang diperlukan saja. Kadang-kadang ada yang mengenakan denda bagi murid yang melanggar aturan perpustakaan. Jadi secara umum bisa dikatakan bahwa anggaran perpustakaan sekolah tidak menentu. Jikalau ada alokasi anggaran itupun jumlahnya sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan untuk pengembangan koleksi perpustakaan sekolah Menurut Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan IFLA/UNESCO , anggaran material perpustakaan sekolah paling sedikit adalah 5% untuk biaya per murid dalam sistim persekolahan, tidak termasuk untuk belanja gaji dan upah, pengeluaran pendidikan khusus, anggaran transportasi serta perbaikan gedung dan sarana lain.

4. Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola perpustakaan umumnya masih belum memenuhi syarat dan tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola perpustakaan. Dan yang menyedihkan bahwa urusan mengelola perpustakaan cenderung diberikan kepada guru yang mau saja. Bahkan di beberapa sekolah yang ditugaskan mengelola perpustakaan adalah tenaga yang tidak memiliki ijin mengajar, seperti guru yang terkena peraturan, tenaga tata usaha, yang kesemuanya jauh dari persyaratan yang ada.

5. Partisipasi Pemakai
Para siswa pada umumnya hanya tahu soal meminjam dan membaca buku perpustakaan saja dan itupun dilakukan dalam waktu yang teramat singkat, yaitu pada jam-jam istirahat. Sedikit sekali sekolah yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk membaca di perpustakaan dengan waktu yang cukup , misalnya dengan memasukkan aktifitas membaca sebagai bagian dari kurikulum. Demikian juga tidak banyak di antara siswa-siswa yang berpikir soal bagaimana perpustakaan ini bisa maju. Keadaan ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi dimana siswa sama sekali tidak memiliki minat baca.
Soal minat baca di banyak sekolah di Indonesia memang masih rendah. Ironisnya
jarang pihak sekolah yang mau berpikir bagaimana mengatasi masalah hal ini.
Kondisi tersebut di atas merupakan kendala bagi perpustakaan sekolah untuk bisa
menjalankan tugas dan fungsinya terutama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
pemakaiya.

Oleh sebab itu perlu ada upaya meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan dengan
melibatkan semua unsur dalam sekolah untuk meningkatkan pemberdayaan perpustakaan
sekolah. Pengembangan perpustakaan hendaknya juga menjadi prioritas program sekolah
dalam bentuk penyediaan dana dan sumberdaya yang lain. Disamping itu juga perlu ada
upaya mempromosikan perpustakaan sekolah kepada seluruh komponen sekolah sehingga
keberadaannya bisa diketahui oleh semua pihak.

Promosi Perpustakaan Sekolah

Membahas masalah promosi tidak bisa dipisahkan dari pemasaran, oleh karena
promosi itu sendiri merupakan salah satu unsur bauran pemasaran (marketing mix).
Keempat bauran pemasaran yang dimaksud adalah produk, harga, distribusi & lokasi, dan
promosi. Kotler (1984) menjabarkan pemasaran sebagai suatu organisasi pengelolaan yang menganut pandangan bahwa tugas/kunci organisasi adalah menetapkan kebutuhan dan
keinginan pasar yang menjadi sasaran dengan tujuan memberikan kepuasan yang
diinginkan. Pada bagian lain dinyatakan juga bahwa pemasaran adalah satu proses sosial dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu dan
kelompok lainnya. Definisi pemasaran tersebut mengacu pada konsep pokok sebagai berikut : kebutuhan, keinginan dan permintaan; produk; nilai (value) dan kepuasan; pertukaran atau transaksi;pasar; serta pemasaran dan pemasar. Muchiyidin (1980:4) memberikan batasan promosi perpustakaan sebagai upaya yang esensial dari pihak perpustakaan, agar hakekat dan fungsi serta tujuan perpustakaan dapat memasyarakat bagi kepentingan para pemakainya. Sedangkan Mahardjo (1975:32) menjabarkan promosi perpustakaan sebagai usaha-usaha atau tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi dorongan-dorongan, penggalakan atau bantuan memajukan

Perpustakaan Universitas Negeri Malang

perpustakaan. Wirawan (1982:2) mendiskripsikan promosi perpustakaan sebagai suatu
aktivitas untuk menarik dan meningkatkan penggunaan perpustakaan. Dari aspek
komunikasi Edsall sebagaimana dikutip Sukaesih (1995) memandang promosi sebagai
suatu bentuk komunikasi yang meliputi tiga aspek yaitu memberitahu (to inform),
mempengaruhi (to influence) dan membujuk/merayu (to persuade).
Aktivitas promosi perpustakaan sebenarnya merupakan perwujudan dari fungsi
informatif sehingga dengan adanya promosi diharapkan akan ada reaksi dari pemakai, baik aktual maupun potensial yang muncul dalam berbagai bentuk mulai dari tumbuhnya
kesadaran atau tahu akan keberadaan perpustakaan, sampai kepada tindakan untuk
memanfaatkannya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan promosi perpustakaan yang dikemukakan oleh Bohar (1985:132), yaitu untuk merubah sikap dan pandangan
masyarakat terhadap perpustakaan dari yang tidak tahu atau acuh tak acuh, mejadi
memahami dan menyenangi perpustakaan serta ingin memanfaatkannya.
Secara rinci Muchydin (1980:4-5) menyebutkan tujuan perpustakaan, yaitu :
(a) mengenalkan perpustakaan kepada masyarakat;
(b) menanamkan pengertian tentang hakekat dan fungsi perpustakaan;
(c) menunjukkan tata cara penggunaan perpustakaan;
(d)menempatkan perpustakaan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat pemakai;
(e)memberikan bimbingan dan pengarahan dalam praktek pendayagunaan perpustakaan;
(f)meningkatkan pengertian dan kualitas pendayagunaan perpustakaan.

Untuk meningkatkan pemberdayaan perpustakaan sekolah, perlu dilakukan pengadaan
berbagai fasilitas dan sumberdaya sebagai unsur pendukung dalam memenuhi kebutuhan
pemakai. Diantaranya pengadaan berbagai jenis bahan pustaka, peralatan audio-visual serta perangkat keras (hardware) berupa komputer untuk CD Rom dan otomasi perpustakaan. Modernisasi fasilitas perpustakan perlu dilakukan sebab cara-cara atau metode konvensional sudah tidak lagi bisa mendukung dalam pengelolaan perpustakaan terutama dalam menghadapi ledakan informasi serta kebutuhan pemakai yang semakin meningkat dan kompleks. Beberapa strategi yang bisa digunakan dalam melaksanakan kegiatan promosi perpustakaan sekolah adalah :

1. Menerbitkan Buku Pedoman Perpustakaan Sekolah
Buku Pedoman Perpustakaan yang dimaksud berisi informasi tentang kegiatan perpustakaan, jenis layanan, prosedur, koleksi, peraturan dan lain-lain yang kerkaitan dengan aktivitas perpustakaan. Buku Pedoman Perpustakaan biasanya merupakan salah satu bab dari Buku Pedoman Sekolah yang bersangkutan, yang diterbitkan setiap tahun ajaran baru yang dibagikan kepada setiap siswa.
Penerbitan buku pedoman tersebut dimaksudkan agar semua siswa pada umumnya dan
khususnya siswa baru mengetahui esensi dan eksistensi perpustakaan sehingga timbul
minatnya untuk berkunjung ke perpustakaan yang pada akhirnya diharapkan dapat
memanfaatkan layanan perpustakaan.
2. Kontak Perorangan
Promosi secara kontak perorangan dilakukan melalui pertemuan langsung antara
perpustakaan dengan pemakai. Promosi dengan kontak perorangan dapat diatur sedemikian
rupa sehingga mendekati kebutuhan, minat dan pribadi pemakai. Bellardo dan Waldhart
(1981) mengemukakan bahwa penelitian mengenai efektifitas teknik-teknik promosi dan
komunikasi di bidang kepustakawanan & informasi telah membuktikan bahwa kontak
perorangan dari mulut ke mulut merupakan cara yang paling efektif untuk
menyebarluaskan informasi mengenai produk dan jasa perpustakaan dan dalam hal menarik
minat pemakai. Bahkan informasi dari mulut ke mulut ini ternyata lebih efektif dari pada pengiriman surat, brosur, pamflet dan sejenisnya. Kontak perorangan sebagai salah satu teknik promosi yang dilaksanakan di perpustakaan sekolah adalah dalam bentuk ceramah mengenai pendidikan pemakai yang dilaksanakan pada tahun ajaran baru, melalui kegiatan orientasi pendidikan atau pengenalan sekolah yang menitik beratkan pada orientasi perpustakaan sekolah. Materi yang disampaikan berupa pengenalan mengenai tugas, fungsi dan peranan perpustakaan sekolah, peraturan, jenis layanan, koleksi, fasilitas dan staf dengan sasaran agar siswa memahami bagaimana memanfaatkan perpustakaan.
3. Menyebarkan brosur
Penyebaran brosur kepada pemakai dimaksudkan agar apa yang ada di perpustakaan
sekolah diketahui oleh pemakai, sehingga dengan mengetahui keberadaan perpustakaan
sekolah diharapkan akan timbul minat untuk memanfaatkan sumberdaya perpustakaan.
Brosur tersebut berisi tentang kegiatan perpustakaan termasuk kekayaan yang ada
didalamnya.
4. Penataan Kondisi Fisik Perpustakaan (Atmospheric)
Kotler (1975) mengartikan atmospheric sebagai perancangan lingkungan organisasi
yang diperhitungkan sedemikian rupa, agar menimbulkan dampak kognitif dan/atau
emosional kepada pasar target, sehingga meningkatkan kepuasan pada waktu membeli atau
memanfaatkan produk atau jasa itu.
Penataan lingkungan perpustakaan dalam hal ini mencakup penataan interior dan
eksterior, termasuk di dalamnya fasilitas yang digunakan untuk menciptakan suasana yang kondusif sehingga pemakai yang datang ke perpustakaan merasa senang, tenang dan
nyaman. Untuk memberikan kegairahan sekaligus suasana yang segar, pada jam tertentu
dialunkan musik-musik lembut yang tidak mengganggu bahkan disukai oleh pemakai pada
saat belajar di perpustakaan.
5. Melaksanakan Kegiatan Pendidikan Pemakai
Pendidikan pemakai adalah kegiatan membimbing atau memberikan petunjuk kepada
pemakai dan calon pemakai agar mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada di
perpustakaan. Tujuan pendidikan pemakai adalah : (a) meningkatkan keterampilan pemakai agar mampu memanfaatkan kemudahan dan sumberdaya perpustakaan secara mandiri (b)membekali pemakai dengan teknik yang memadai dan sesuai untuk menemukan informasi
dalam subyek tertentu; (c) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya dan layanan
perpustakaan; (d) mempromosikan layanan perpustakaan; (e) menyiapkan pemakai agar
dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK.

Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan pemakai, biasanya menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu :
(1) Orientasi perpustakaan, yaitu pendidikan pemakai untuk
memperkenalkan perpustakaan secara umum kepada pemakai baru. Pendidikan ini meliputi
wisata perpustakaan dan/atau peragaan dengan pustaka pandang dengar mengenai fasilitas dan layanan perpustakaan
(2) Pengajaran perpustakaan, yaitu mendidik pemakai agar dapat
menggunakan sumber informasi yang tersedia di perpustakaan dan di tempat lain.
Dalam pelaksanaan kegiatan promosi, seringkali perpustakaan diperhadapkan dengan
berbagai kendala, diantaranya :
1. Perpustakaan kurang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan.
Keterbatasan sumberdaya yang ada di perpustakaan menyebabkan perpustakaan kurang
mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan. Padahal kuantitas dan kualitas
layanan merupakan " produk " andalan dalam promosi perpustakaan. Keterbatasan
sumberdaya umumnya disebabkan minimnya anggaran pengembangan perpustakaan atau
pihak pimpinan sekolah tidak menempatkan pengembangan perpustakaan sebagai prioritas
program sekolah, sehingga anggaran yang disediakan untuk perpustakaan sangat minim dan tidak menentu. Disamping itu keterbatasan keterampilan dan pengetahuan dari staf perpustakaan yang ada kurang mendukung terciptanya profesionalisme dalam melaksanakan tugas-tugas kepustakawanan, sehingga berakibat layanan perpustakaan tidak bisa dilaksanakan secara optimal. Perlu diketahui bahwa sikap, keterampilan dan pengetahuan staf perpustakaan dalam layanan berdampak terhadap persepsi dan sikap dan tindakan pemakai dalam merespon keberadaan perpustakaan sekolah. Dari hasil survei memperlihatkan bahwa sukses tidaknya pelayanan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pemakai banyak bergantung dari 3 faktor yang pada hakekatnya dapat diprosentasikan sebagai berikut : 5 % bergantung atas fasilitas, 20 % iakibatkan oleh koleksi/bahan pustaka yang ada dan 75% sebagai result
dari staf perpustakaan yang bersangkutan.
2. Lokasi kurang strategis dan gedung kurang representatif
Salah satu unsur yang menunjang keberhasilan perpustakaan adalah fasilitas gedung,
baik ditinjau dari segi luas, tata ruang, lokasi dan sebagainya. Pada beberapa perpustakaan seringkali gedung perpustakaan menempati lokasi yang tidak strategis dan gedungnya tidak representatif (seadanya) bahkan ada yang bergabung dengan unit kegiatan lain. Sehingga perpustakaan tidak memiliki daya tarik bagi masyarakat pemakainya dan cenderung sebagai pelengkap dari pendidikan formal.
3. Masyarakat akademis belum memandang secara benar terhadap tugas, fungsi dan
peranan perpustakaan sekolah. Hambatan dalam promosi perpustakaan bukan hanya dari pihak penyelenggara perpustakaan saja tetapi sebaliknya juga dari pihak pemakai. Meskipun untuk mendapatkan jasa layanan informasi tidak diperlukan banyak biaya bahkan ada yang tidak sama sekali, tetapi minat dari pemakai dalam hal ini pendidik masih kurang. Ini bisa disebabkan salah satunya dari sistem pendidikan yang diterapkan, apabila pendidik tidak pernah datang di perpustakaan dan tidak menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan fasilitas yang disediakan perpustakaan, maka akibatnya peserta didik sepenuhnya akan bergantung pada materi yang diberikan oleh pendidik sehingga wawasan peserta didik sangat terbatas.
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat akademis belum memandang secara benar tugas, fungsi dan peranan perpustakaan sebagai pusat informasi yang menunjang proses pembelajaran.

Oleh sebab itu agar program promosi bisa berhasil, Lock (1977:378) menyarankan agar
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Menyadari fungsi perpustakaan (dengan koleksinya) sebagai sarana komunikasi
masyarakat
2. Meyakinkan masyarakat bahwa sistem kepustakaannya terorganisir dan dana mencukupi;
3. Meyakinkan masyarakat bahwa staf terdiri dari berbagai macam profesi yang terorganisir
sebagai sebuah tim;
4. Melengkapi perpustakaan dengan gedung dan peralatan lain agar berguna bagi staf
5. Meyakinkan pengambil keputusan agar sadar terhadap kebutuhan dan tuntutan
perpustakaan.
Menurut Bellardo dan Waldhart (1977:12) ada dua klien utama perpustakaan, yaitu
penyandang dana (dalam hal ini sekolah) dan pemakai jasa perpustakaan sekolah. Dengan
demikian kegiatan promosi yang dilaksanakan hendaknya ditujukan kepada kedua klien
tersebut, disamping masyarakat lain di luar sekolah.

Beberapa upaya untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam promosi
perpustakaan sekolah.
1. Meyakinkan pimpinan sekolah tentang essensi perpustakaan sekolah.
Dalam hal ini pengelola perpustakaan perlu meyakinkan pimpinan sekolah sebagai
penyandang dana dan pengambil keputusan bahwa perpustakaan benar-benar merupakan
pusat kegiatan akademis sehingga perlu mendapat dukungan moral dan dana yang
memadai. Oleh sebab itu perpustakaan harus mampu mendemonstrasikan bahwa
sumberdaya yang ada di perpustakaan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara efektif
dan efisien dalam menunjang proses pembelajaran. Dengan adanya dukungan moral dan
dana dari pimpinan sekolah, maka terbuka peluang bagi perpustakaan untuk (a)
membangun hubungan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di luar
lingkungan sekolah, (b) merealisir program peningkatan kuantitas dan kualitas
perpustakaan; (c) merubah persepsi masyarakat pemakai untuk memandang secara benar
tugas, fungsi dan peranan perpustakaan.
2. Meningkatkan citra yang positif tentang perpustakaan
Untuk menanamkan pengertian yang positif terhadap essensi perpustakaan sebagai
pusat informasi, perlu ditunjang dengan : (a) ketersediaan koleksi yang lengkap dan sesuai
kebutuhan kurikulum dan pemakai yang ditata sedemikian rupa sehingga memudahkan
penelusuran (b) alat-alat bibliografis yang lengkap dan sistematis, (c) penciptaan iklim
suasana lingkungan perpustakaan yang kondusif (d) ketersediaan staf perpustakaan yang
profesional
3. Menempatkan promosi perpustakaan sebagai salah satu prioritas program
perpustakaan.
Dengan menempatkan promosi perpustakaan sebagai salah satu prioritas program
perpustakaan akan menjadikan kegiatan tersebut mendapat perhatian khusus terutama
dengan adanya dukungan dana, staf dan fasilitas yang lain. Oleh karena itu program
promosi perpustakaan harus dirancang terintegrasi dengan program sekolah secara umum.

Penutup

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam meningkatkan
pemberdayaan perpustakaan sekolah, perlu dilakukan promosi perpustakaan yang
diintegrasikan dengan program sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dibangun
kerjasama sinergis dengan berbagai pihak sehingga pelaksanaan promosi perpustakaan
diharapkan bisa berjalan dengan efektif. Disamping itu petugas perpustakaan secara
proaktif harus dapat meyakinkan semua komponen sekolah tentang pentingnya
perpustakaan sebagai penyedia informasi bagi proses pembelajaran, terutama kepada unsur pimpinan sekolah sehingga pengembangan perpustakaan sekolah dapat dijadikan prioritas program sekolah. Oleh sebab itu perpustakaan sekolah perlu dikelola secara benar dan profesional dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya internal sehingga upaya memenuhi kebutuhan pemakai dapat terwujud yang pada akhirnya pemakai
mendapat kepuasan

Strategi Pemasaran Jasa Perpustakaan

Pendahuluan

Istilah Perpustakaan telah memberi konotasi tentang adanya aktivitas peminjaman
dan pengembalian materi perpustakaan. Kebanyakan, apa yang dipinjamkan dikembalikan adalah berupa buku-bllku, sedarigkan materi perpustakaan yang lain seperti majalah, surat bakar, bentuk mikro, hanya boleh Jibaca di perpustakaan saja.
Perpustakaan dapat dikatakan sebagai suatu Jembaga yang membantu OJang-orang datang untuk memanfaatkan jasanya. Menurut pengertian ini, perpustakaan tidak dimaksudkan sebagai lembaga yang ingin mencapai tujuan laba, tetapi lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.

Walaupun perpustakaan sebagai organiƁasi yang "nirlaba" dalam hal melayani masyarakat pembaca atau pencari informasi, perpustakaan juga perlu menerapkan
falsafah dan prinsip-prinsip pemasaran yang modern agar dapat mencapai tujuan
organisasional dengan haik. Banyak buku-buku karya pakar bidang pemasaran baik
pemasaran untuk organisasi yang berorientasi laba maupun nirlaba, di aNaranya Kotler
(1991), Kotler dan Andreasen (1995), Kats (199]), Tjiptono (1995).
Pada makalah ini akan dicoba menerapkan teori atau konsep pemasaran tersebut
dalam ~masaran jasa perpustakaan.

Konsep Pemasaran

Pemasaran sebagai fungsi bisnis, mengidentifikasi kebutuhan dan tuntutan yang
belum terpenuhi, menentukan siapa peJanggan atau pengguna dari suatu produk atau
jasa (yang disebut dengan pasar target) yang dapat dilayani dengan sebaik-baiknya
oleh organisasi, menetapkan produk, jasa atau layanan dan program program untuk
melayani pasar-pasar tersebut, dan mengundang setiap orang dalam organisasi untuk
berfikir dan melayani pelanggan. Jadi suatu definisi praktis dari fungsi pemasaran
memasukan tiga segi : mengindentifikasi kebutuhan pembeli dan pembeli potensial
dalam pangsa pasar mereka; Memuaskan kebutuhan itu dengan menjual jasa atau
produk sesuai; membuat laba(Katz, 1991:1).

Tentu saja ada perbedaan dasar dalam fungsi pemasaran pada perusahaan (berorientasi laba) dan organisasi nirlaba. Perbedaan nyata terletak pada sumber dana dan dampaknya terhadap organisasi. Perusahaan memperoleh modal pertamanya dari investor atau pemodal. Jika perusahaan telah berjalan, dana operasional perusahaan terutama diperoleh dari hasil penjualan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan itU.Dalam hal ini perusahaanhanya menghadapisatu unsurpokok yaitu konsumen. Jika produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dapat memuaskan konsumennya. maka transaksi akan terjadi dan perusahaan mempunyai dana untuk melanjutkan aktivitasnya.

Sebaliknya, organisasi nirlaba mempero1ch anggaran dari donor atau lembaga induk. Dengan anggaran yang diperolehnya itu, organisasi menghasilkan produk atau jasa yang kemudian dit~warkan kepada konsum~nnya. Berbeda dengan perusahaan,apabila produk dan jasa yang dihasilkau oleh organisasi nirlaba itlltemyata tidak sesuai dengan ebutuhan dan keinginan konsumen, pihak donor masih mungkin akan memberi dana lagi, apabila kalau pihak donor masih menganggap organisasi itu baik. Sebaliknya mungkinjuga terjadi, meskipun produk danjasa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. belum tentu menjamin bahwa anggaran dari donor untuk organisasi nirlaba itu akan ditingkatkan.

Konsekuensi dari perbedaan ini adalah bahwa ukuran keberhasilan perusahaan dan organisasi nirlaba berbeda. Perusahan yang pada dasamya berorientasi terhadap
laba, dianggap sukses jika berhasil meraup untung yang besar. Pada organisasi nirlaba, meskipun berhasil memperoieh dana yang lebih besar dari donor, mungkin saja gagal dalam memanfatkan sumber daya itu secara efektif dan efesiaen bagi pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, kemampuan organisasi nirlaba
dalam memperoleh sumberdaya tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan organisasi.
Keberhasilan organisasi nirlaba dengan demikian, harus diukur dari sejauh mana produk
dan jasa yang dihasilkan organisasi telah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
(Wirawan, 1994: 24, juga Kotler dan Andreasen, 1995:42 ff).

Bagaimana dengan perpustakaan?

Inti pokok dari penetapan dan identifikasi kelompok-kelompok sasaran (pasar target) yang akan dilayani, bukanlah pada pengenalan siapakah mereka saj<,1,tetapi yang utama adalah apa yang mereka butuhkan, inginkan dan harapkan. Apa yang dibutuhkan oleh mereka diharapkan dapat terwujud dengan dri-dri atau karakteritistik,.dari apa yang ditawarkan oleh perusahaan atau organisasi, terwujud pada ciri-ciri produk atau jasa yang dilayaninya. Oleh karena itu sebelum perusahaan merancang dan mewujudkan penawarannya, ia harus mempunyai informasi yang akurat dan mutahir mengenai manfaat apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh kelompok-kelompok pasar'Sasaran yang akan dilayani (Astuti,1994:59)

Bila hal tersebut dikaitkan dengan aktifitas pada layanan perpustakaan pada lembaga Perguruan TInggi, misalnya, maka target pasarnya sudahjelas. yaitu pengguna utamajasa layanan perpustakaan yang terdiri dari dosen maupun mahasiswa. Adapun
manfaat yang sangat mendasar yang dibuthkan dan diharapkan oleh pasar target adalah
ketersediaan informasi yang membantu usaha memperkaya pengetahuan dan teknologi.
berkembang pulalah kebutuhan terhadap sarana pendukungnya. Dcmikian pula terjadi
perubahan tuntutan dan kebutuhan akan jasa layanan perpustakaan. Setelah atau organisasi dapat mengidentifikasi kebutuhan mendasar dan keinginan yang spesifik sifatnya dari pasar target, langkah lanjut yang segera diambil adalah merancang konsep produk dan jasa pelayanan yang akan ditawarkan dan disajikan untuk mencukupi kebutuhan dan memberikan kepuasan.

Aktifitas menmcang konsep produk bukanlah merupakan tanggung jawab satu
bagian tertentu dalam organisasi saja, tetapi perlu adanya keterlibatan dan kerjasama
secara terpadu dann terkoordinir dari semua orang dalam organisasi. Hal ini berlaku
bagi perusahaan yang memprodusir produk berwujut maupun pada organisasi nirlaba.
Selanjutnya pembicaraan mengenai konsep produk diarahkan pada rancangan jasa
yaitu produk yang dipasarkan oleh perpustakaan yaitu informasi.
.
Padatingkatpertama,produkinformasidapatdidefinisikansebagaitechno-physi-
cal objects dirancang orang untuk menyatakan, menyimpan, menyampaikan danI atau
transfer komunikasi atau bentuk simbul informasi dari suatu sumber tertentu kepada
satu atau lebih sasaran target. Diantara techno-physical objects dan file, peta dan
gambar, rekaman suara dan gambar, lukisan dan artefak musium), juga produk
elektronik terbaru (seperti produk pangkalan data dan perangkat lunak komputer,
produk bebasis telekomunikasi),

Pada tingkat kedua, produk informasi termasuk di dalamnya semua yang mempunyai ciri tertentu berupa real-time events dirancang untuk menyatakan penyampaian dan transfer komunikasi atau simbul-simbul informasi. Comoh produk informasi semacam ini Uuga menunjukkan layanan informasi) termasuk didalamnya siaran berita berbagai frekuensi, antar muka pemakai dengan sistem terpasang, presentasi dengan nara sumber pada lokabarya.

Itu semua menurut Mwshowitz (1992) produk infonnasi dapat menjadi komoditi (infonnation commodity) dalam pengertian komeisiil apabila dapat dimiliki. punya
nilai dan dijual (TIamiyu, 1993:209).

Sebagai komoditi pada dasamya jasa memiliki perbedaan-pcrbedaan tertentu
dibandingkan dengan produk berwujud secara fisikoJasa memiliki karakteristik khusus
yang sangat mempengaruhl rancangan progr.ampemasarannya. Karakter jasa meliputi:

a. Tidakterujud.
Jasa tidak berwujud (intangible), tidak sepelti produk fisik,jasa tidak dapat dilihat,
dirasakan dan dipegang sebelum dibeli. Untuk memperkecil tingkat ketjdak pastian-
an (uncertainty), pembeli akan m~ncari tanda-tanda atau bukti-bukti dari kualitas jasa sebelum membelinya.

b. Tak dapat dipisahkan (inseparability).
Jasa diprodusir dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. TIdak seperti pada
barang fisik yang dibuat di pabrik, disimpan dan kemudian dijual, akhimya dikomsumsi.
Jasa yang disumbangkan atau dilakukan oleh seseorang, membuat orang tersebut
menjadi bagian daii jasa pclayanan tersebut. Keduanya baik penyaji maupuri klien
bersama-sama mempengaruhi hasil jasa. Dalam kasus jasa hiburan (intertaint) dan
jasa profesional para pembeli sangat memperhatikan siapa penyajianya.

c. Bervariasi(variability).
Jasa sangat variabel sipatnya, tergantung pada siapa, kapan dan dimanajasa disajikan.
Para pembeli jasa menyadari akan variabilitas yang tinggi dari jasa dan mereka akan
sering berbicara dengan orang lain sebelum memilih s~orang penyaji jasa

Pengantar

Perpustakaan pada dewasa ini telah berkembang sedemikian pesatnya. Perkembangan perpustakaan dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan TI. Perpustakaan sebagai salah satu “aktor” yang berperan dalam pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian informasi mau tidak mau harus berhadapan dengan apa yang dinamakan TI ini. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa tanpa adanya sentuhan TI, perpustakaan dianggap sebagai sebuah instutisi yang ketinggalan jaman, kuno dan tidak berkembang.
TI di perpustakaan sering menjadi tolak ukur kemajuan dan modernisasi dari sebuah perpustakaan. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri mengingat tuntutan masyarakat yang memang sudah “ngeh” dengan segala macam bentuk TI. Gejala dan permasalahan serta fenomena inilah yang membawa dampak kepada apa yang disebut dengan Layanan Perpustakaan Berbasis TI. Tentunya ini dengan harapan bahwa apa yang menjadi pertanyaan banyak orang mengenai sentuhan TI di perpustakaan sedikit terjawab melalui layanan berbasis TI ini.
Namun demikian, kiranya perlu ditelusur lebih jauh berbagai hal mengenai penerapan pelayanan perpustakaan yang berbasis TI ini.

Kepentingan Institusi VS Kepentingan Pengguna

Pengembangan TI di sebuah perpustakaan sebenarnya merupakan wujud dari berbagai kepentingan. Kepentingan ini yang mendorong perpustakaan untuk melakukan modernisasi pelayanan dan menerapkan TI dalam aktifitas kesehariannya. Tuntutan kepentingan-kepentingan yang sedemikian besar ini seakan menjadikan “cambuk” bagi perpustakaan untuk berbenah dan selalu berpikir untuk dapat memberikan yang terbaik melalui fasilitas TI ini.
Berdasarkan pengamatan, sebenarnya kepentingan ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yakni kepentingan institusi dan kepentingan pengguna perpustakaan. Dalam kasus perpustakaan di lingkungan perguruan tinggi, institusi yang dimaksud adalah perpustakaan itu sendiri dan universitas sebagai lembaga yang menaungi perpustakaan. Sedangkan pengguna perpustakaan yang dimaksud adalah sivitas akademika di lingkungan perguruan tinggi yakni mahasiswa, dosen, peneliti dan karyawan. Perkembangan perpustakaan banyak dipengaruhi oleh visi dan misi yang di lembaga induknya. Sehingga apapun yang akan diterapkan dan dikembangkan oleh perpustakaan harus disesuaikan dengan tujuan organisasi atau institusi itu sendiri. Hanya terkadang apa yang menjadi kepentingan institusi sepertinya “belum berpihak” banyak kepada kepentingan pengguna. Belum lagi masalah prioritas, perpustakaan masih merupakan prioritas kesekian bagi lembaga induknya dalam hal pendanaan dan pengembangan.
Perkembangan perpustakaan dilihat dari kepentingan pengguna dirasakan belum menggembirakan. Masih banyak “tuntutan” pengguna yang belum dapat dipenuhi oleh perpustakaan, termasuk tersedianya akses layanan berbasis TI ini. Untuk itu perlu kiranya dipikirkan sebuah sinergitas yang mengakomodasi kedua kepentingan tersebut sehingga terjadi keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Perpustakaan, Universitas dan Pengguna perlu berjalan bersama untuk memikirkan sebuah perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik.
Implementasi TI dalam Pelayanan Perpustakaan
Teknologi dalam hal ini TI bukan merupakan hal yang murah. Untuk itu apabila perpustakaan ingin mengimplementasikan TI dalam layanan dan aktifitasnya perlu direncanakan secara matang. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak ada kesia-siaan dalam perencanaan dan pengembangan yang berakibat pula pada pemborosan waktu, tenaga, pikiran dan keuangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam rangka penerapan TI pada perpustakaan, yakni:
 Dukungan Top Manajemen / Lembaga Induk
 Kesinambungan / Kontinuitas
 Perawatan dan Pemeliharaan
 Sumber Daya Manusia
 Infrastruktur Lainnya seperti Listrik, Ruang/Gedung, Furniture, Interior Design, Jaringan Komputer, dsbnya.
 Pengguna Perpustakaan seperti faktor kebutuhan, kenyamanan, pendidikan pengguna, kondisi pengguna, dll
Hal-hal tersebut diatas akan menentukan sejauh mana penerapan TI di perpustakaan khususnya di layanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik.
Penerapan TI dalam bidang layanan perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti:

a. Layanan Sirkulasi

Penerapan TI dalam bidang layanan sirkulasi dapat meliputi banyak hal diantaranya adalah layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pengguna, administrasi keanggotaan, dll. Selain itu dapat juga dilakukan silang layan antar perpustakaan yang lebih mudah dilakukan apabila teknologi informasi sudah menjadi bagian dari layanan sirkulasi ini. Teknologi saat ini sudah memungkinkan adanya self-services dalam layanan sirkulasi melalui fasilitas barcoding dan RFID (Radio Frequency Identification). Penerapan teknologi komunikasipun sudah mulai digunakan seperti penggunaan SMS, Faksimili dan Internet.

b. Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian

Penerapan TI dalam layanan referensi dan hasil-hasil penelitian dapat dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi elektronik / digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik, direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital, dan lain-lain.

c. Layanan Journal / Majalah / Berkala

Pengguna layanan journal, majalah, berkala akan sangat terbantu apabila perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam journal-journal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global maupun yang tersedia dalam format Compact Disk dan Disket. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet.

d. Layanan Multimedia / Audio-Visual

Layanan multimedia / audio-visual yang dulu lebih dikenal sebagai layanan “non book material” adalah layanan yang secara langsung bersentuhan dengan TI. Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk Kaset Video, Kaset Audio, MicroFilm, MicroFische, Compact Disk, Laser Disk, DVD, Home Movie, Home Theatre, dll. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dsbnya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam layanan perpustakaan adalah pengguna yang mempunyai keterbatasan, seperti penglihatan yang kurang, buta, pendengaran yang kurang dan ketidakmampuan lainnya. Layanan Multimedia / Audio-Visual memungkinkan perpustakaan dapat memberikan pelayanan kepada para pengguna dengan kriteria ini. Sebagai contoh dari bentuk penerapan teknologi untuk itu adalah Audible E-books, Digital Audio Books, InfoEyes (Virtual Reference), Braille, dsbnya.

e. Layanan Internet & Computer Station

Internet saat ini menjadi “bintang” dalam TI. Orang sudah tidak asing lagi untuk menggunakan internet dalam kehidupannya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaanpun harus dapat memberikan layanan melalui media ini. Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan akses internet baik menggunakan computer station maupun WIFI / Access Point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Pustakawan dan perpustakaan juga bisa menggunakan fasiltas web-conferencing untuk memberikan layanan secara online kepada pengguna perpustakaan. Web-Conferencing ini dapat juga dimanfaatkan oleh bagian layanan informasi dan referensi. OPAC atau Online Catalog merupakan bagian penting dalam sebuah perpustakaan, untuk itu perpustakaan perlu menyediakan akses yang lebih luas baik itu melalui jaringan lokal, intranet maupun internet.

f. Keamanan

Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam perpustakaan. Melalui fasilitas semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangan-tangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun.

g. Pengadaan

Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi ini. Selain dapat menggunakan TI untuk melakukan penelusuran koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan juga lebih mudah dilakukan dengan adanya TI ini.
Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang baik itu untuk keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI ini.

Perpustakaan “Hybrid”

Sebetulnya ketika orang berbicara mengenai penerapan TI dalam perpustakaan atau khususnya layanan perpustakaan orang akan berbicara juga mengenai transformasi perpustakaan tradisional menuju perpustakaan digital, perpustakaan elektronik, atau perpustakaan virtual. Namun berdasarkan pengamatan penulis dari sekian banyak konsep yang berkembang tersebut sebetulnya saat ini konsep yang berkembang cukup pas dan mungkin dalam beberapa dasawarsa ke depan masih relevan adalah apa yang dinamakan dengan Perpustakaan Hybrid. Pengertian perpustakaan Hybrid ini sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Angelina Hutton dalam the Hybrid Library.
“A hybrid library is a library where 'new' electronic information resources and 'traditional' hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via the Internet or local computer networks.” (http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html diakses 19 Oktober 2005)
Atau seperti yang disampaikan Stephen Pinfiel:
“A hybrid library is not just a traditional library (only containing paper-based resources) or just a virtual library (only containing electronic resources), but somewhere between the two. It is a library which brings together a range of different information sources, printed and electronic, local and remote, in a seamless way.”
(http://www.ariadne.ac.uk/issue18/main/ diakses tanggal 19 Oktober 2005)
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa layanan perpustakaan berbasis TI sangat dekat dengan konsep perpustakaan Hybrid ini. Walaupun sebetulnya perpustakaan hybrid ini adalah merupakan bentuk peralihan dari perpustakaan tradisional menuju perpustakaan digital / virtual. Jadi tidak ada salahnya apabila kita berbicara mengenai layanan berbasis TI kita juga perlu mempelajari masalah perpustakaan Hybrid ini.

Penutup

Dari kajian singkat di atas dapat dilihat bahwa layanan perpustakaan berbasis TI dapat diterapkan di semua bagian perpustakaan. Itu semua tergantung bagaimana dan apa kebutuhan pengguna dan juga perpustakaan. Proses pengembangan perpustakaan berbasis TI ini harus memperhatikan kepentingan pengguna dan juga kepentingan institusi / organisasi induk yang menaunginya. Tak kalah pentingnya adalah faktor kemampuan finansial dari perpustakaan / lembaga induk untuk menerapkan TI dalam layanan perpustakaan ini. Karena TI memang bukan barang “murah” dan perlu investasi yang cukup “mahal”. Namun demikian, penggunaan TI dalam bidang layanan perpustakaan ini memang sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan lagi, sehingga perpustakaan perlu melakukan kajian prioritas kebutuhan TI untuk perpustakaannya.

Manajemen Perpustakaan Khusus

PENDAHULUAN

Perpustakaan berkembang pesat dari waktu ke waktu menyesuaikan dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi. Perkembangan tersebut juga membawa dampak kepada “pengelompokkan” perpustakaan berdasarkan pola-pola kehidupan, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi tadi. Istilah-istilah perpustakaan “membengkak” menjadi sangat luas namun cenderung mempunyai sebuah spesifikasi tertentu. Dilihat dari perkembangan teknologi informasinya perpustakaan berkembang dari perpustakaan tradisional, semi-tradisional, elektronik, digital hingga perpustakaan “virtual”. Kemudian dilihat dari pola kehidupan masyarakat berkembang mulai perpustakaan desa, perpustakaan masjid, perpustakaan pribadi, perpustakaan keliling, dan sebagainya. Kemudian juga dilihat dari perkembangan kebutuhan dan pengetahuan sekarang ini banyak bermunculan istilah perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan anak-anak, perpustakaan sekolah, perpustakaan akademik (perguruan tinggi), perpustakaan perusahaan, dan lain sebagainya.
Namun dari sekian banyak istilah dan jenis perpustakaan tersebut, sebetulnya berdasarkan sifat dan golongan besar perpustakaan secara umum terbagi dalam sebuah bentuk perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Dimana dari kedua perpustakaan tersebutlah berkembang istilah lain yang disesuaikan dengan cara pengelolaan, pengguna, tujuan, teknologi yang digunakan, pengetahuan yang dikemas, serta tujuan perpustakaan didirikan.
Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk mendukung visi dan misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat informasi khusus terutama berhubungan dengan penelitian dan pengembangan. Biasanya perpustakaan ini berada di bawah badan, institusi, lembaga atau organisasi bisnis, industri, ilmiah, pemerintah, dan pendidikan misal perguruan tinggi, perusahaan, departemen, asosiasi profesi, instansi pemerintah dan lain sebagainya.
Perpustakaan khusus biasanya juga mempunyai karakteristik khusus apabila dilihat dari fungsi, subyek yang ditangani, koleksi yang dikelola, pemakai yang dilayani, dan kedudukannya. Sehingga dari hal tersebut nantinya akan terlihat dengan jelas perbedaannya dengan perpustakaan-perpustakaan pada umumnya.

UNSUR PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN KHUSUS

Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan perpustakaan khusus, yakni:
Koleksi
Koleksi perpustakaan khusus difokuskan pada koleksi muktahir di dalam subyek yang menjadi tujuan perpustakaan tersebut atau untuk mendukung kegiatan badan induknya. Koleksi suatu perpustakaan khusus adalah tidak terletak dalam banyaknya jumlah bahan pustaka atau jenis terbitan lainnya melainkan ditekankan kepada kualitas koleksinya, agar dapat mendukung jasa penyebaran informasi muktahir serta penelusuran informasi.
Pembinaan koleksi perpustakaan khusus menekankan pada beberapa jenis bahan pustaka seperti referensi, buku teks, majalah, jurnal ilmiah, hasil penelitian dan sejenisnya dalam bidang khusus, baik dalam bentuk tercetak maupun media rekam lainnya.

Sumber Daya Manusia
Penanganan perpustakaan khusus memerlukan seorang “ahli” dalam bidang/subyek yang ditangani. Hal ini akan mempermudah perpustakaan dalam memberikan apa yang menjadi tuntutan dan kebutuhan pemakainya. Untuk itu biasanya dalam perpustakaan khusus ini dibutuhkan seorang pustakawan yang mengerti dan paham akan bidang kerja/bidang yang ditangani oleh lembaga induknya. Sehingga kebutuhan akan “pustakawan khusus” adalah penting.

Pengolahan
Proses pengolahan dalam perpustakaan khusus pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan perpustakaan pada umumnya. Hanya biasanya dalam proses pengolahan dituntut untuk lebih memberhatikan kecepatan dalam temu kembali informasi dan penyajian. Sehingga terkadang dalam klasifikasi contohnya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter perpustakaan tersebut.

Pengguna
Perpustakaan khusus dalam pemilihan dan setting pengelolaan sangat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik penggunanya. Hubungan antara pengguna dan pengelola perpustakaan sangat erat terutama apabila dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan dan pengembangan perpustakaan itu sendiri. Tidak sedikit pengguna akan ikut andil dalam menentukan pola pengelolaan dan juga penentuan koleksi/informasi yang perlu disediakan oleh perpustakaan. Pengguna mempunyai arti penting karena pengguna merupakan faktor penting mengapa perpustakaan khusus itu ada.

Layanan
Layanan perpustakaan khusus harus dapat memberikan nilai lebih kepada pengguna dan organisasi/badan induk yang membawahinya. Untuk itu pengelola perpustakaan perlu selalu memberikan alternatif-alternatif dalam penyampaian informasi kepada penggunanya. Aspek layanan menjadi penting untuk diperhatikan dikarenakan tuntutan kebutuhan penyajian informasi yang cepat, tepat dan terbaru selalu ada.
Jenis layanan perpustakaan khusus dapat bersifat terbuka maupun tertutup, tergantung pada kebijakan organisasi, pengelola dan tipe penggunanya. Namun kebanyakan perpustakaan khusus menerapkan sistem terbuka dengan akses terbatas. Hal ini untuk lebih memberikan peluang kepada penggunaan yang lebih luas namun tetap terkontrol. Terbuka artinya siapapun dapat memanfaatkan koleksi yang ada, sedangkan akses terbatas adalah pengaturan terhadap proses pemanfaatan koleksi seperti fasilitas pinjam, fasilitas baca, fotokopi, dan sebagainya.

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG LAINNYA

Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan satu hal yang tidak bisa dihindarkan akan masuk ke dalam proses perkembangan perpustakaan. Apalagi dalam perpustakaan khusus yang mengutamakan informasi yang muktahir dan serba cepat, maka penerapan teknologi informasi adalah kebutuhan mutlak. Hal ini terutama difokuskan pada teknologi yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk memperoleh informasi lebih luas, cepat, tepat, dan up to date, misalkan melalui fasilitas Internet, Database Online, Media Compact Disk, dan sebagainya.
Jaringan Kerjasama
Jaringan kerjasama perpustakaan adalah penting, terutama bagi perpustakaan khusus yang memiliki perhatian dalam bidang yang sama. Kerjasama ini akan banyak membantu untuk peningkatan layanan perpustakaan dan saling melengkapi layanan informasi antara satu perpustakaan dan perpustakaan lainnya dalam jaringan tersebut.

Pemasaran / Promosi
Pemasaran atau promosi adalah hal penting yang perlu dilakukan dalam sebuah perpustakaan khusus. Promosi bertujuan untuk memfasilitasi komunikasi antara perpustakaan dan calon pengguna. Karena salah satu keberhasilan sebuah perpustakaan adalah dapat dilihat dari tingkat kunjungan pengguna dan pemanfaatan informasi (koleksi) oleh pengguna. Hal yang penting yang harus dipikirkan adalah dukungan dari manajemen, karena promosi mestinya termasuk dalam anggaran perpustakaan dan terintegrasi ke dalam proses perencanaan perpustakaan.

STUDI KASUS
Berikut ini adalah sebuah contoh dari pengelolaan perpustakaan khusus.
Studi Kasus American Corner UGM
American Corner merupakan sebuah layanan yang digagas oleh US Embassy dan dikelola untuk memberikan informasi khusus mengenai Amerika Serikat dan hal-hal yang berhubungan dengannya. US Embassy melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk mendirikan American Corner yang diintegrasikan dalam perpustakaan perguruan tinggi tersebut. Operasional pengelolaan diserahkan kepada perpustakaan perguruan tinggi sedangkan untuk koleksi dan fasilitas sarana dan prasarana fisik didukung oleh US Embassy.
Pada prinsipnya American Corner memberikan pelayanan kepada pengguna secara umum, hanya dalam pelaksanaannya pengguna American Corner adalah mereka-mereka yang mempunyai minat terhadap studi Amerika. Hal ini dikarenakan koleksi yang ada di America Corner “melulu” mengenai studi Amerika mulai dari sejarah, politik, kesenian, bahasa, geografi, hingga program-program pendidikan dan beasiswa.
Ruang American Corner terbagi dalam ruang koleksi VCD/DVD, Ruang Baca dan Ruang Koleksi, dan Ruang Akses Internet. Pelayanan American Corner ini bersifat terbuka akan tetapi keanggotaan bersifat terbatas. American Corner UGM sendiri saat ini memiliki 2 jenis koleksi yakni koleksi American Corner dan Koleksi American Studies. Koleksi yang saat ini dikelola berupa buku teks, majalah, jurnal, buku referensi, direktori, peta, dan koleksi film baik dokumenter maupun bukan dalam format VCD, DVD, dan VHS yang semuanya mengkhususkan pada hal-hal yang berhubungan dengan Amerika. Pengguna dapat menggunakan semua koleksi secara “bebas”. Koleksi American Corner sendiri hanya dapat dibaca, difotokopi dan tidak dipinjamkan, sedangkan koleksi American Studies Library dapat dipinjam oleh anggota perpustakaan yang merupakan sivitas akademika UGM. Koleksi Buku diklasifikasi dengan menggunakan home system, yaitu berdasarkan subyek-subyek tertentu seperti Biography, Culture Essay, Fiction, History, Reference, Political Science, dan sebagainya. American Corner juga mempunyai fasilitas tambahan berupa program kegiatan seperti seminar, diskusi, presentasi beasiswa, pemuttaran film dan sebagainya. Program diskusi tersebut merupakan bagian yang dikemas oleh American Corner sebagai media untuk mempromosikan American Corner sekaligus untuk melibatkan pengguna dalam layanan American Corner. Selain itu American Corner menyediakan komputer yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mengakses internet dan database yang dilanggan oleh US Embassy.
Dalam pelaksanaan dan pengelolaan American Corner, pengelola selalu berkoordinasi dengan US Embassy (IRC – Information Resource Center) dan juga mengadakan pertemuan rutin dengan seluruh pengelola American Corner di Indonesia. Hal ini menjadi penting agar pelayanan American Corner dapat selalu pada “jalurnya” dan meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu American Corner UGM melakukan upaya kerjasama dengan berbagai pihak sebagai upaya penyebaran informasi, memaksimalkan koleksi, dan menemukan bentuk American Corner sebagai pusat informasi.
American Corner UGM merupakan sebuah layanan khusus yang notabene sebetulnya merupakan perpustakaan yang dikelola secara khusus namun terintegrasi ke dalam perpustakaan akademik (perguruan tinggi).

Studi Kasus Perpustakaan PSKP UGM
Perpustakaan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM) adalah merupakan perpustakaan di bawah pusat studi yang berfungsi sebagai sumber informasi ilmiah bagi staf, peneliti dan mahasiswa bidang perdamaian, keamanan dan resolusi konflik. Perpustakaan PSKP UGM memfokuskan pada koleksi yang berhubungan dengan bidang perdamaian, keamanan dan resolusi konflik baik berupa hasil penelitian, tesis, skripsi, disertasi, buku teks, buku referensi, majalah, jurnal, kliping artikel surat kabar hingga koleksi VCD/DVD. Perpustakaan ini merupakan bagian terintegrasi dengan pusat studi dimana dituntut mampu memberikan daya dukung terhadap kebutuhan dalam pelaksanaan visi dan misi pusat studi.
Selain itu perpustakaan ini juga merupakan sumber belajar bagi mahasiswa Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada (MPRK UGM) sehingga dalam pembinaan koleksi selalu disesuaikan dengan kurikulum dan silabus yang ada. Keanggotaan perpustakaan pusat studi ini bersifat terbatas artinya hanya diperbolehkan bagi internal staf dan peneliti PSKP UGM dan mahasiswa MPRK UGM. Sedangkan untuk penggunaan perpustakaan ini bersifat terbuka untuk umum, khususnya untuk layanan baca dan fotokopi.
Klasifikasi koleksi menggunakan sistem DDC (Dewey Decimal Classification) dan telah menggunakan katalog elektronik sebagai media penelusuran informasi koleksi. Perpustakaan pusat studi ini ditangani oleh 1 orang pustakawan dengan dibantu dua tenaga operasional yang kesehariannya merupakan staf bagian administrasi pusat studi. Sebagai sebuah perpustakaan khusus, perpustakaan ini mempunyai kekhususan dalam bidang koleksi dan informasi yang dikelola, pengguna, dan juga cara pelayanannya.

PENUTUP
Pada intinya perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang mempunyai kekhususan dalam hal informasi yang dikemas, koleksi yang dimiliki, pengguna, dan juga cara pengelolaannya. Perpustakaan khusus menjadi penting karena biasanya merupakan bagian dari tercapainya sebuah tujuan, misi maupun visi sebuah organisasi atau institusi. Eksistensi dan mutu dari perpustakaan khusus ini sangat dipengaruhi oleh informasi, koleksi dan cara pengelolaan sehingga menarik dan mampu mencukupi kebutuhan penggunanya. Hal ini dikarenakan biasanya apa yang ada diperpustakaan khusus “tidak bisa diketemukan” di perpustakaan lain.
Dalam sebuah institusi pendidikan, keberadaan perpustakaan khusus harus memberikan andil tersendiri dalam proses pembelajaran. Untuk itu perlu adanya sinergi yang kuat antara kebijakan dalam institusi pendidikan dengan pengelola perpustakaan terutama untuk memberikan daya dukung dalam mencapai tujuan dan misi institusi. Disini peran pengambil kebijakan, pengelola perpustakaan dan civitas akademika (pengguna) tidak bisa saling dipisahkan.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat sudah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan dan profesi. Pengaruh ini bisa berdampak positif dan negatif pada suatu negara, adanya perubahan sistem pada instansi maupun lembaga pendidikan tidak terkecuali perpustakaan. Komputer menjadi salah satu alat yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaan yang ada di perpustakaan dengan menggunakan internet sebagai jaringan komunikasi teknologi.

Ada beberapa perpustakaan di indonesia yang mengarah ke perpustakaan digital, Seperti perpustakaan ITB yang dikenal dengan nama Ganesha Digital Library (GDL), Universitas Gadjah Mada, digital library LPMP DKI jakarta dan Koleksi Digital Perpustakaan Nasional Republik Indonesia walaupun koleksi dalam digital masih terbatas.

Perkembangan perpustakaan yang mengarah ke perpustakaan digital, tentunya membawa dampak yang sangat besar dalam hal pelayanannya dimana pustakawan harus dapat melayani pemustaka seperti permintaan akses agar lebih cepat ke informasi. Tentunya untuk memenuhi harapan tersebut, seorang pustakawan harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi.

Menurut Ida fajar priyanto ( 2009: 43) bahwa pemakai saat ini:
- Memiliki periode kehidupan yang berbeda
- Tidak lagi mengenal dunia tradisional
- Lahir di era komputer
- Tumbuh di era internet
- Tidak pernah lepas dari teknologi baru
- Berharap informasi instant dan di simpan dalam format digital dan bisa di
modifikasi sendiri.

Dari paparan tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan adanya perbedaan pemakai jaman dulu dan saat ini. di mana sistem teknologi informasi tidak saja terjadi di mall maupun pusat pertokoan, tapi juga merambah ke intansi dan lembaga pendidikan. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi lembaga atau instansi yang memiliki perpustakaan untuk lebih meningkatkan kompetensi karyawannya dalam bidang teknologi informasi.

Menurut Sulistyo basuki (1991:89), teknologi informasi merupakan bagian dari manejemen informasi karena terbukti manajemen informasi telah lebih dahulu lahir
daripada teknologi informasi sehingga teknologi informasi dianggap sebagai pendatang baru yang mampu menawarkan berbagai metode:

a.Metode dan perkakas untuk merekam pengetahuan termasuk komputer,
media simpan seperti pita magnetis dan cakram atau disc. Untuk masa
depan, perkakas simpan termasuk media simpanoptik. Pangkalan data teks
lengkap memungkinkan pemakai menelusuri direktori , ensiklopedia, data
statistik, dan keuangan yang terbacakan mesin. Ini semua dipermudah
dengan tersedianya media simpan optik.

b.Metode menyimpan cantuman (record) mengenai berbagai kegiatan
termasuk perangkat keras komputer seperti media simpan, yang dilengkapi
perangkat lunak untuk merancang bangun, menciptakan dan menyunting
pangkalan data, spreadsheet dan perangkat lunak sejenis.

c.Metode untuk mengindeks dokumen dan informasi termasuk berbagai
teknik pembuatan indeks berbantuan komputer serta berbagai berkas (files)
khusus untuk memudahkan temu balik dokumen yang memenuhi syarat
tertentu. Kini berkembang katalog terbacakan mesin sehingga membantu
menetukan lokasi dokumen.

d.Metode mengkomunikasikan pengetahuan termasuk: a. Sistem pos
elektronik untuk transmisi teks memo dan surat dokumen; b. Sistem
transmisi faksimil ( facsimile) untuk transmisi dokumen jarak jauh; c.penelitian; d. Telekonferensi artinya pertemuan jarak jauh, masing-masing peserta berada di berbagai tempat, saling berkomunikasi serta terlihat wajah masing-masing; e. jaringan komunikasi data untuk mengkomunikasikan data dalam bentuk terbacakan mesin.

PERMASALAHAN
Permasalahan yang sering dihadapi oleh suatu lembaga atau instansi
perpustakaan adalah sumber daya manusia yang menguasai bidang teknologi
informasi, seperti menurut bichteler, 1987:282 seperti yang dikutip ardoni ( koswara,
1998) bahwa terdapat dua kelompok pustakawan berdasarkan sikapnya terhadap
teknologi informasi. Kelompok pertama, adalah pustakawan yang menerima sistem
informasi secara antusias, memperlihatkan minat mereka dengan mempelajari sistem
secara antusias dan terlibat dalam berbagai program pelatihan. Kelompok kedua,
adalah pustakawan yang menolak sistem teknologi informasi, biasanya pustakawan
yang lebih senior. Aggota kelompok ini idak mempercayai ” benda tak dikenal”
tersebut dan berusaha menghindarinya.

Seringkali yang terdengar adalah nada sumbang dari pustakawan senior ” Emang gue
pikirin?!” Tentunya pustakawan seperti ini butuh pendekatan yang kooperatif dari
seorang pimpinan. Peran pimpinan dalam komunikasi dua arah sangat besar
pengaruhnya karena akan melahirkan pemahaman yang tepat dalam penyampaian
informasi.

TUJUAN
Tujuan dari paper ini adalah untuk memberikan gambaran atau tambahan
pengetahuan bagi pustakawan agar lebih mempersiapkan diri menghadapi era
perpustakaan digital. Dan untuk mengantisipasi perubahan tersebut, maka harus
mengetahui kompetensi apa saja yang harus dipunyai oleh pustakawan dalam
membangun dan memberikan layanannya diperpustakaan digital.

Menurut mahmudin (2008), ada beberapa alasan mengapa teknologi informasi
saat ini sangat dibutuhkan di perpustakaan.
1. Sistematika Informasi: Terjadinya ledakan informasi yang membanjiri dunia saat
ini membutuhkan pengelolaan yang lebih sistematis. Hampir semua perguruan tinggi
di Indonesia menggunakan ict dalam pengelolaan database perpustakaan.
2. Tingginya akses informasi: kebutuhan pengguna untuk mencari dan menemukan
kembali informasi lebih mudah jika difasilitasi dengan sarana ICT . Katalog online
memungkinkan pustakawan dan pengguna untuk mendapatkan informasi dari
berbagai sumber. Sudah menjadi hal yang lumrah untuk menyusun pengajuan daftar
pustaka baru dengan mengunjungi dan menggunakan data-data di toko buku amazon
3. Efisiensi pekerjaan: komputer di perpustakaan membantu pekerjaan menjadi lebih
cepat. Pencatatan buku-buku baru serta pengolahan akan lebih mudah jika disimpan
dalam file komputer. Pengkatalogan tidak hanya dengan sistem AACR (Anglo
American Cataloguing Rules), begitupun penentuan subjek nya dengan DDC (Dewey
Decimal Clasifications). Tetapi secara praktis penggunanaan katalog online
memudahkan proses pengkatalogan.
4. Memudahkan tukar-menukar informasi dalam bentuk data.
5. Komunikasi dua arah atau searah, sudah hal yang lazim digunakan dengan
tersedianya fasilitas yahoo messenger
atau dengan fasilitas e-mail. Mailing list
pustakawan adalah sebuah grup diskusi yang mempunyai kesukaan/kepentingan
yang sama, setiap orang bisa berpartisipasi, kita dapat membaca email orang lain dan
kemudian mengirimkan balasannya. Mailing list sebagai sarana yang ampuh untuk
mendapatkan sumbangan buku, perbaikan fasilitas perpustakaan (lift, kamar mandi-
WC dll)
6. Menjadi trend bila pustakawan saat ini menyimpan data pada pada web dari e-mail
pribadi.
7. Keseragaman : salinan data atau informasi yang dibuat dapat diseragamkan
sehingga memudahkan pengguna (user friendly). Konsep MARC (Machinery Readable Catalogue) yang populer tahun 90an masih digunakan dalam rangka penyeragamkan penentuan tag (ruas) data bibliografi pustaka.

KOMPETENSI
Kompetensi adalah seseorang yang menguasai pekerjaannya, memiliki motivasi, mempunyai kemampuan, memiliki keterampilan serta secara konsisten menjalankan tanggung jawab dengan standar yang ditetapkan. (Aspey, dikutip nanan khasanah:2008).

Menurut Nanan khasanah, ciri-ciri kompetensi ada 2 jenis yaitu:
1. Kompetensi profesional yaitu yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di
bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, dan
kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk
menyediakan layanan perpustakaan dan informasi.
2. Kompetensi Individu, yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai yangg dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan,dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan & perkembangan dalam dunia kerjanya.

Kompetensi profesional merupakan hal penting yang harus di miliki oleh pustakawan dalam membangun suatu perpustakaan digital, keterampilannya dalam bidang teknologi informasi harus bisa bersaing dengan kompetensi yang lain melalui komitmen belajar dan pengembangan pendidikan berkelanjutan. Sedangkan kompetensi individu yaitu seorang pustakawan harus mempunyai sifat positif, fleksibel dalam menerima setiap perubahan dan mampu menjadi partner yang baik dalam setiap proses aktivitas.

PERPUSTAKAAN DIGITAL
Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang menyediakan konten digital
untuk diakses oleh pemustaka. Namun tidak mudah mengakses informasi yang ada
diperpustakaan digital karena seperti halnya meminjam sebuah buku, untuk masuk ke
konten digital ini, terlebih dahulu kita menjadi anggota.
Tampilan perpustakaan digital pada web bervariasi tergantung kebijakan pada
masing-masing instansi. Beberapa perpustakaan digital, hanya menampilkan sebagian
informasi yang ada diweb.

Menurut Borgman CL, (dikutip Ida fajar priyanto) bahwa yang dimaksud perpustakaan digital setidaknya digunakan dalam dua hal :
1. Dalam the computer science research community, perpustakaan digital
dipandang sebagai konten yang dikoleksi untuk pemakai
2. Menurut masyarakat pustakawan perpustakaan digital di pandang sebagai
Sebagai institusi yang menyediakan layanan dalam lingkungan digital.
Tentunya hal ini sangat berhubungan dengan kompetensi pustakawan dalam menyediakan akses informasinya dalam bentuk online digital, seperti buku digital,
image scan digital dan informasi optical.
Menurut Ida fajar Priyanto, Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi lembaga atau instansi dalam membangun sebuah sumber informasi.
1. Kembangkan teknologi yang lebih baik untuk mendigitalkan bahan
perpustakaan analog.
2. Disain alat penelusuran dan retrieval yang mampu mengkompensasi katalog
tidak lengkap atau singkatan atau informasi deskriptif
3. Desain alat yang memfasilitasi peningkatan katalog atau informasi deskriptif
dengan menginkporporasi kontribusi dari pemakai.
4. Membangun protocol dan standar untuk memfasilitasi pengumpulan
perpustakaan digital yang terdistribusi.

Dari uraian tersebut, dapat di simpulkan bahwa untuk membangun suatu perpustakaan digital diperlukan beberapa proses digitalisasi dari bahan-bahan berupa buku teks yang nantinya menjadi file-file digital yang selanjutnya akan ditampilkan
dalam sebuah web.

Munculnya perpustakaan digital di seluruh dunia men-generate kebutuhan untuk
mengcreate jabatan baru yaitu “pustakawan digital” untuk mengelola sumber
pengetahuan berbentuk digital (Nanan Khasanah, 2008).

PUSTAKAWAN DIGITAL
Pustakawan digital adalah spesialis informasi profesional, dapat mengelola
perpustakaan digital, mengkombinasikannya secara profesional untuk perencanaan,
data mining, penggalian pengetahuan, layanan rujukan digital, layanan informasi
digital, representasi informasi, ekstraksi, distribusi informasi, koordinasi, www
berbasiskan internet, akses dan penelusuran multimedia. (Nanan khasanah, 2008)
Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa pustakawan memainkan peran
yang dinamis, kecepatan dan ketepatan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan
oleh pemakai untuk keperluan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan diri.
Tugas dari seorang pustakawan digital tidak berbeda dengan tugas seorang
pustakawan pada bagian pengolahan bahan pustaka, hanya saja pada pustakawan
digital lebih menyiapkan informasi yang dibutuhkan pemakai melalui penyimpanan
digital dan preservasi digital, membuat katalog dan membuat klasifikasi dengan cara
digital.

SKILL PUSTAKAWAN DIGITAL
Untuk mengelola perpustakaan digital, seorang pustakawan harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan digital, diantaranya adalah kemampuan internet. Internet merupakan Kumpulan yang luas dari suatu jaringan komputer besar dan kecil yang saling berhubungan menggunakan jaringan (tele) komunikasi yang ada di seluruh dunia ( Daryanto, 2004: 9).

Lebih lanjut dikatakan ada beberapa fasilitas yang ada di internet sebagai berikut:
a. Surat elektronik (e-mail)
Layanan ini paling banyak dipakai, digunakan untuk apa saja
sebagaimana orang menggunakan telepon atau berkirim surat.
b. World Wide Web (www)
Web, menggabungkan teks, gambar-gambar suara dan bahkan animasi
Serta memungkinkan kita berpindah-pindah dengan hanya mengklik mouse.
Site-site web yang baru bertumbuh lebih cepat dan site-site baru
bermunculan setiap menit.
c. Pemanggilan informasi
Kebanyakan komputer mempunyai file-file informasi yang bebas
untuk dibicarakan. File-file tersebut bisa berasal dari US supreme Court
dan katalog-katalog kartu perpustakaan hingga teks buku-buku kuno,
gambar-gambar dan berbagai perangkat lunak yang sangat hebat.
d. Buletin board
Sebuah sistem yang dinamai usenet adalah sebuah buletin board yang
hebat yang terdistribusi dan online yang memiliki sekitar 700 juta karakter
pesan pada lebih dari 12.000 kelompok topik yang berbeda yang mengalir
setiap hari.
e. Games dan gosip
Fasilitas game yang tersedia adalah MUD (Multi use Dungeon).
Internet Relay chat (IRC) adalah saluran dimana kita dapat melangsungkan
percakapan dengan para pemakai lain di berbagai tempat.

PERAN PUSTAKAWAN DIGITAL
Peran pustakawan dalam membantu pemakai melakukan penelusuran secara cepat, tepat dan akurat ini disebabkan banyaknya informasi yang tersebar di internet yang bisa saja merupakan informasi ”sampah”. Menurut Kenneth C laudon ( ed.8:312) sistem informasi yang efektif harus mampu memberikan penggunanya informasi yang cepat, akurat dan relevan. Informasi ini di simpan dalam file-file komputer. Jika file-file teratur dan terpelihara dengan benar pengguna bisa dengan mudah mengakses dan mengambil informasi yang dibutuhkan. File yang teratur dengan baik serta cermat mempermudah pengguna dalam mendapatkan data untuk mengambil keputusan bisnis, sedangkan file-file yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan kekacauan dalam pemrosesan informasi. Mengeluarkan banyak biaya, kinerja yang buruk, dan hanya sedikit fleksibilitas. Dari uraian ini jelaslah bahwa pustakwan memegang peranan penting dalam menyajikan informasi yang diperlukan oleh pemakai perpustakaan digital.

Promosi Perpustakaan

Tujuan utama promosi perpustakaan adalah untuk menyadarkan masyarakat pengguna tentang pentingnya perpustakaan bagi kehidupan. Mempromosikan perpustakaan juga tidak berbeda dengan mempromosikan sebuah produk komersial. Dalam istilah marketing kita mengenal istilah edukasi pasar maka untuk perpustakaan pun ada yang disebut dengan user education atau pendidikan pengguna, dan cara inilah yang paling efektif dalam melakukan promosi perpustakaan.Menutu Thomas Vogel pendidikan pemakai dilakukan untuk menjawab dua pertanyaan berikut ( Fjallbrant, 1984: 9):

1.Do librarians know what the student perceives about the services in the library?
2.Do librarians know what the student really needs to know (or perceives necessary to know) about the library

Jasa dan fasilitas yang disediakan perpustakaan harus senantiasa aktif dipromosikan sampai semua kelompok sasaran menyadari peran utama perpustakaan, yaitu sebagai mitra dalam pembelajaran dan merupakan pintu gerbang untuk membuka semua jenis sumber nformasi. Tentu saja bentuk promosinya juga harus disesuaikan dengan berbagai kelompok sasaran yang berbeda-beda.

Sebaiknya perpustakaan mempunyai kebijakan tertulis menyangkut promosi ini dan merinci berbagai sasaran serta strategi yang akan digunakan. Tentu saja, kebijakan ini harus dikerjakan bersama-sama dengan manajemen perusahaan. Dokumen kebijakan ini hendaknya memuat unsur berikut:

*sasaran dan strategi
*rencana tindakan agar pasti tujuan tercapai
*metode evaluasi

Di bawah ini ada beberapa kegiatan yang dapat dijadikan sarana promosi perpustakaan:

*menyelenggarakan berbagai pameran buku,
*membuat terbitan berisi informasi mengenai jam buka, jasa dan koleksi perpustakaan
*mempersiapkan dan menyebarluaskan bermacam daftar sumber informasi dan pamflet yang berkaitan dengan proyek dan program perusahaan
*memberikan informasi tentang perpustakaan kepada semua karyawan
*membentuk semacam kelompok ‘sahabat perpustakaan’ bagi para karyawan
*membuat rambu, tanda, marka yang efektif di dalam dan di luar perpustakaan

Kegitan-kegiatan tersebut hendaknya dievaluasi, dibahas ulang dan direvisi setiap tahun, dan seluruh dokumen kebijakan hendaknya dibahas bersama paling sedikit sekali setiap dua tahun.

Bentuk kegiatan lain dalam rangka pendidikan pemakai yang lebih integral dan kontinyu adalah mengadakan kursus dan pelatihan keperpustakaan. Kursus dan program berbasis perpustakaan khususnya ditujukan pada karyawan dan staf tentang bagaimana cara menggunakan perpustakaan.

Pelatihan yang didisain khusus untuk level manajer hendaknya memberikan bimbingan yang jelas mengenai peran perpustakaan di dalam kegiatan perusahaan serta bantuan yang tersedia dari staf perpustakaan. Pelatihan semacam ini hendaknya secara khusus menekankan pelatihan praktis dalam mencari informasi yang berhubungan dengan pekerjaan. Melalui pengalaman mereka dalam mencari sumber informasi yang sesuai, para karyawan akan semakin memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana perpustakaan dapat melengkapi tugas-tugas mereka.

Seperti halnya dengan berbagai program di perusahaan, bermacam komponen pada pelatihan bagi karyawan disampaikan berurutan secara logis untuk meningkatkan kemajuan dan kesinambungan dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa keterampilan dan sumber daya informasi harus diperkenalkan secara progresif melalui tahap dan tingkatan.

Pustakawan mempunyai tanggung jawab utama dalam berbagai program pendidikan pemakai, namun harus bekerja sama dengan manajemen, dan mengusahakan agar bermacam komponen penelitian dapat terkait erat sesuai kebijakan perusahaan. Para manajer harus selalu hadir pada saat para karyawan mengikuti berbagai program pelatihan perpustakaan dan mereka dapat bertindak sebagai penasihat serta bekerja sama dengan pustakawan. Di dalam pendidikan pemakai ada 3 ranah yang perlu diperhatikan:

*pengetahuan mengenai perpustakaan; apa tujuannya, berbagai jasa yang tersedia, bagaimana diorganisasi serta sumberdaya apa saja yang tersedia
*keterampilan mencari dan menggunakan informasi,
*menumbuhkan motivasi untuk mendayagunakan perpustakaan untuk pembelajaran secara formal maupun informal.




Pada prinsipnya pengembangan koleksi suatu perpustakaan yang baik memerlukan proses yang panjang dan berkesinambungan dari tahun ketahun berikutnya,sepanjang perpustakaan yang bersangkutan melakukan kegiatan dan dana pengembangannya tersedia. Ini membuat pustakawan dan semua pihak yang terkait bekerja keras untuk merealisasikannya. Koleksi yang cukup dan imbang bagi kebutuhan pemakai perpustakaan tidak bisa diciptakan dalam waktu sekejap, tapi harus didukung oleh kegiatan perencanaan yang teratur dan terus menerus.
Banyak perpustakaan yang mengabaikan kegiatan perencanaan pengembangan koleksi. Pada prakteknya pengembangan koleksi perpustakaan hanya merupakan rangkaian kegiatan pengadaan bahan pustaka, baik melalui pembelian, pertukaran maupun melalui hadiah. Semuanya diserahkan kepada para pustakawanan atas dasar hasil arahan, pendapat dan kebijakan pimpinan perpustakaan dan lembaga induknya secara global tanpa pedoman tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka bisa saja kebijakan tersebut tidak begitu jelas dan sulit dipahami sehingga dapat diinterpretasikan secara berlainan oleh petugas yang melaksanakannya. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan koleksi perpustakaan terutama perpustakaan di perguruan tinggi, antara lain ukuran koleksi dan perimbangan koleksi itu sendiri. Ukuran koleksi meliputi : kondisi dan kualitas kolesi;kuantitas pemakai; jumlah bidang studi; metode pengajaran; dan jumlah strata pendidikan di perguruan tinggi yang meliputi SO, S1, S2, dan S3 akan memerlukan koleksi perpustakaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi yang hanya melayani satu strata saja.
Disamping ukuran koleksi, perimbangan koleksi juga harus dipertimbangkan.
Perimbangan meliputi subjek atau bidang ilmu yang dicakup bahan pustaka di dalam
koleksi perpustakaan. Untuk menentukan perimbangannya bisa berdasarkan perbandingan antar jumlah individu kelompok pemakai yang dilayani dan pemakaian koleksi perpustakaan itu sendiri. Jumlah koleksi suatu bidang subjek akan berbanding lurus dengan jumlah individu kelompok pemakai yang dilayani di bidang subjek tersebut.
Maka keberhasilan program pengadaan bahan pustaka di suatu perpustakaan yang berlangsung dari tahun ke tahun tidak terjadi begitu saja. Ini memerlukan bimbingan
yang jelas dari suatu kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan secara tertulis
sebagai pedoman staf yang bertugas melaksanakannya. Semua pihak yang berpartisipasi
dan berwenang merumuskan kebijakan tersebut seperti : komisi perpustakaan,
pustakawan dan para ahli di lingkungan perpustakaan serta lembaga induknya
mempunyai tanggung jawab untuk merawatnya secara terus menerus. Bila perpustakaan
tidak mempunyai komisi perpustakaan, maka pustakawan itu sendiri secara otomatis
harus mempunyai inisiatif untuk mencatat dan merumuskan kebijakan pengembangan
koleksi yang kemudian disyahkan oleh pimpinan perpustakaan atau lembaga induknya.
(Sharma & Singh, 1991). Menurut Sulistyo Basuki petugas/personil dalam pengembangan koleksi perpustakaan haruslah orang yang menguasai subjek dan mengetahui buku serta
kebutuhan pembaca. Untuk dapat menjadi pemilih buku yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Menguasai sarana bibliografis yang tersedia, paham akan dunia penerbitan
khususnya mengenai penerbit, spesialisasi para penerbit, kelemahan mereka,
standar, hasil terbitan yang ada selama ini.
2. Mengetahui latar belakang para pemakai perpustakaan, misalnya siapa saja yang
menjadi anggota, kebiasaan membaca anggota, minat dan penelitian yang sedang
dan telah dilakukan, berapa banyak mereka menggunakan perpustakaan.
3. Memahami kebutuhan pemakai
4. Hendaknya personil pemilihan buku bersikap netral, tidak bersikap mendua,
menguasai informasi, dan memiliki akal sehat dalam pemilihan buku
5. Pengetahuan mendalam mengenai koleksi perpustakaan
6. Mengetahui buku melalui proses membuka-buka buku ataupun melalui proses
membaca.

Kesimpulannya seorang pemilih bahan pustaka harus mempunyai pengetahuan
mengenai sumberdaya informasi yang luas. Dengan keahlian tersebut tim seleksi bahan
pustaka beserta seluruh anggotanya dapat ditetapkan dan dimuat secara jelas di dalam
kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan yang bersangkutan. Begitu juga dengan segala sesuatu yang telah kita putuskan perlu ditinjau kembali, apakah sudah mencapai tujuan yang telah ditentukan atau belum. Demikian pula halnya dengan koleksi perpustakaan. Bila perpustakaan telah membuat suatu kebijakan pengembangan koleksi, kemudian telah melakukan pembelian bahan pustaka serta mengembangkan koleksinya, seringkali timbul pertanyaan apakah koleksi yang dibeli tersebut sesuai dengan standar tertentu? Ada beberapa pedoman standar untuk perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, dan juga perpustakaan perguruan tinggi yang dapat digunakan untuk suatu evaluasi koleksi. Itulah sebagian dari pertanyaan yang bisa dijawab melalui program penilaian evaluasi koleksi. Evaluasi melengkapi siklus pembangunan koleksi dan membawa kembali pada kegiatan kajian kebutuhan informasi pengguna. Siklus pembangunan koleksi di perpustakaan secara lengkap dimulai dari seleksi (dengan memperhatikan dokumen "Kebijakan Pengembangan Koleksi"), pengadaan (termasuk proses pembelian, penerimaan, inventarisasi, penempelan barcode untuk sistem yang terkomputerisasi), katalogisasi dan klasifikasi (termasuk entri data katalog ke komputer untuk sistem yang telah terkomputerisasi), pasca katalogisasi (penempelan label nomor panggil, slip tanggal kembali, kartu buku dan kantong buku untuk sistem yang masih manual), dilanjutkan dengan layanan sirkulasi dan referensi, kemudian dilakukan CREW (Continues, Review, Evaluation, and Weeding). Istilah yang diperkenalkan oleh Moore, dengan memperhatikan hasil kajian kebutuhan pengguna. Hasil dari proses CREW ini akan memberikan masukan pada dokumen "Kebijakan Pengembangan Koleksi", dan seterusnya. Pada perpustakaan, seperti juga organisasi lainnya, ingin mengetahui keadaan mereka dibandingkan dengan organisasi yang sama. Data perbandingan dapat bermanfaat, tetapi bisa juga menyesatkan. Dalam membandingkan sebuah perpustakaan dengan perpustakaan lain harus diperhatikan apakah berbagai aspek yang melatarbelakangi data yang diperbandingkan itu sudah sama. Sebagai contoh, sebuah perpustakaan yang kecil tidak bisa dibandingkan dengan perpustakaan lain yang besar. Tentunya akan banyak hal yang berbeda. Misalkan sebuah perpustakaan A mempunyai koleksi 150.000 judul buku, sedangkan perpustakaan B mempunyai koleksi 75.000 judul buku. Dengan data yang demikian itu tidak bisa langsung mengatakan bahwa perpustakaan A lebih baik dari B. Bila diteliti lebih lanjut, pengguna yang harus dilayani perpustakaan A ada 25.000 orang dan pengguna yang harus dilayani perpustakaan B ada 1.600 orang. Itu pun harus diteliti lebih lanjut, apakah koleksi yang tersedia itu merupakan koleksi yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Bisa terjadi koleksi yang kelihatannya begitu besar bagi
kedua perpustakaan itu, ternyata dipenuhi buku-buku lama yang tidak terpakai oleh
penggunanya. Walaupun demikian membandingkan data antar perpustakaan itu menarik
dan bisa membantu dalam mengevaluasi sebuah perpustakaan, hanya diperlukan data
yang lengkap dan harus jeli dalam menganalisis semua data. Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan baik dari segi ketersediaan koleksi itu bagi pengguna maupun pemanfaatan koleksi itu oleh pengguna. Tujuan dari evaluasi koleksi pada perpustakaan perguruan tinggi menurut dokumen

"Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi" (2005) adalah:
1. Mengetahui mutu, lingkup, dan kedalaman koleksi
2. Menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program perguruan tinggi
3. Mengikuti perubahan, perkembangan sosial budaya, ilmu dan teknologi
4. Meningkatkan nilai informasi
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi
6. Menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi.

Walaupun tujuan yang disebutkan di atas untuk perpustakaan perguruan tinggi,namun materi tersebut bisa digunakan untuk perpustakaan jenis yang lain. Ada banyak kriteria untuk penentuan nilai dari sebuah buku atau keseluruhan koleksi, sebagai contoh: secara ekonomi, moral, keagamaan, estetika, intelektual, pendidikan, politis, dan sosial. Nilai sebuah benda atau koleksi berfluktuasi tergantung pada ukuran mana yang digunakan. Mengkombinasikan beberapa ukuran adalah efektif sepanjang ada kesepakatan menyangkut bobot relatifnya. Banyak faktor-faktor subjektif berlaku dalam proses evaluasi yang harus dilalui sebelum mulai melaksanakan proses tersebut. Satu keuntungan bila sudah ditentukan tujuan dan kriteria nilai-nilai sebelumnya, sehingga interpretasi hasil bisa dilakukan dengan lebih mudah. Hal itu juga akan membantu memperkecil perbedaan dalam pemikiran tentang hasil-hasil. Perpustakaan melakukan evaluasi untuk beberapa alasan, seperti:
- Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan
pada data koleksi yang sudah ada . Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi berikutnya

- Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan
koleksi
Pokok bahasan berikut ini adalah beberapa metode dalam evaluasi. Berbagai metode
evaluasi koleksi telah dibahas dalam berbagai tulisan, untuk memilihnya tergantung pada tujuan dan kedalaman dari proses evaluasi. George Bonn (dalam Evans, 2000)
memberikan lima pendekatan umum terhadap evaluasi, yaitu:
a. Pengumpulan data statistik semua koleksi yang dimiliki
b. Pengecekan pada daftar standar seperti katalog dan bibliografi
c. Pengumpulan pendapat dari pengguna yang biasa datang ke perpustakaan
d. Pemeriksaan koleksi langsung
e. Penerapan standar, pembuatan daftar kemampuan perpustakaan dalam penyampaian
dokumen, dan pencatatan manfaat relatif dari kelompok khusus.

Kebanyakan metode yang dikembangkan akhir-akhir ini mengambil teknik-teknik
statistik. Beberapa standar dan pedoman dari asosiasi profesional dan badan-badan
akreditasi menggunakan pendekatan dan formula-formula statistik yang memberikan
kepada pelaksana evaluasi beberapa indikator kuantitatif dalam melakukan penilaian.
Berbagai standar, daftar pencocokan (checklist), katalog, dan bibliografi adalah beberapa sarana lain bagi pelaksana evaluasi.Pedoman untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan yang dikeluarkan oleh American Library Association (ALA's Guide to the Evaluation of Library Collections)membagi metode kedalam ukuran-ukuran terpusat pada koleksi dan ukuran-ukuran terpusat pada penggunaan. Dalam setiap kategori ada sejumlah metode evaluasi khusus. Pedoman itu meringkas sebagian besar teknik-teknik yang digunakan sekarang ini untuk mengevaluasi koleksi. Metode tersebut difokuskan untuk sumber daya tercetak, tetapi ada unsur-unsur yang dapat digunakan dalam evaluasi sumber daya elektronik. Ada pun metode itu adalah:

1. Metode Terpusat pada Koleksi
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
- Pencocokan terhadap daftar tertentu, bibliografi, atau katalog
- Penilaian dari pakar
- perbandingan data statistik
- Perbandingan pada berbagai standar koleksi
2. Metode Terpusat pada Penggunaan
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
- Melakukan kajian sirkulasi
- Meminta pendapat pengguna
- Menganalisis statistik pinjam antar perpustakaan
- Melakukan kajian sitiran
- Melakukan kajian penggunaan di tempat (ruang baca)
- Memeriksa ketersediaan koleksi di rak
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Seringkali yang terbaik
adalah menggunakan beberapa metode yang saling dapat menutupi
kelemahannya. Di bawah ini akan dibahas secara ringkas berbagai metode
tersebut.
3. Metode Terpusat pada Koleksi Pencocokan pada Daftar
Metode dengan menggunakan daftar pencocokan (checklist) merupakan cara lama yang telah digunakan oleh para pelaku evaluasi. Metode ini dapat digunakan dengan berbagai tujuan, baik dengan satu metode ini saja maupun dikombinasikan dengan teknik yang lain, biasanya menghasilkan data numerik seperti: "perpustakaan A mempunyai x % dari buku-buku yang ada di daftar itu". Jadi pelaku evaluasi mencocokkan antara koleksi yang dimiliki sebuah perpustakaan dengan bibliografi yang standar. Beberapa contoh bibliografi yang standar adalah: Books for College Libraries, Business Journals of the United States, Public Library Catalog, Guide to Reference Books, Best Books for Junior High Readers (standar ini banyak dikeluarkan oleh American Library Association) dan Core Lists untuk berbagai subjek tertentu (dikumpulkan oleh Association of College and Research Libraries, Amerika Serikat). Untuk terbitan dari Indonesia belum ada, karena membuat dokumen seperti itu membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Evaluasi koleksi menggunakan bibiografi sebagai daftar pencocokan dilakukan pertama kali pada tahun 1933 oleh pustakawan di perpustakaan University of Chicago. Pada saat itu mereka menggunakan 300 bibliografi untuk mencocokkan seluruh koleksi yang ada di perpustakaan, dalam rangka penentuan kebutuhan pengguna di masa depan.
Untuk melakukan evaluasi koleksi, berbagai daftar pencocokan bisa digunakan. Terkait masalah banyaknya daftar yang akan digunakan tergantung pada ketersediaan waktu untuk melakukan evaluasi, karena jelas semakin banyak daftar yang akan dicocokkan semakin banyak waktu dibutuhkan untuk melakukannya. Namun terlalu sedikit daftar yang digunakan untuk evaluasi koleksi juga memberikan hasil yang kurang baik
Memang dengan adanya data katalog di komputer, OPAC (Online Public Access Catalog), akan sangat mempercepat proses pencocokan koleksi dengan daftar. Perlu juga diteliti apakah publikasi yang didaftar pada daftar pencocokan (checklist) itu sesuai dengan tujuan dari perpustakaan. Bisa saja daftar itu memang tidak sesuai dengan koleksi yang harus dibina di perpustakaan itu. Di negara maju seperti Amerika Serikat dimana pangkalan data dari jaringan berbagai perpustakaan banyak tersedia, mereka membuat bibliografi khusus yang memang diperuntukkan sebagai sarana untuk evaluasi koleksi. Bibliografi yang dibuat khusus itu lebih tepat untuk sarana evaluasi koleksi. Ada beberapa kelemahan dalam teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi koleksi, yaitu:
- Pemilihan judul untuk penggunaan yang khusus, tidak berlaku umum.
- Hampir semua daftar selektif dan bisa saja mengabaikan banyak judul-judul
publikasi yang bermutu
- Banyak judul yang tidak sesuai untuk sebuah komunitas perpustakaan yang
khusus
- Daftar-daftar itu mungkin saja sudah kedaluwarsa
- Sebuah perpustakaan mungkin saja mempunyai banyak judul yang tidak
tercantum pada daftar pencocokan, namun publikasi itu sarna baiknya dengan
yang ada di daftar
- Daftar pencocokan tidak memasukkan materi yang khusus yang sangat
penting bagi sebuah perpustakaan tertentu
- Tidak ada salahnya memiliki publikasi yang kurang bermutu.

Untuk menjawab berbagai kritik tersebut, daftar pencocokan seharusnya
mendaftar semua bahan pustaka untuk semua perpustakaan. Hanya perlu diingat
bahwa tidak semua bahan pustaka mempunyai nilai yang sama, atau sama
bergunanya untuk sebuah perpustakaan tertentu. Banyak buku-buku lama yang
masih sangat berguna bagi pembaca, namun daftar pencocokan yang sudah
kedaluwarsa sangat kecil kemungkinannya untuk bermanfaat sebagai sarana untuk
mengevaluasi koleksi perpustakaan. Hasil pencocokan terhadap sebuah daftar menunjukkan persentase buku-buku dari daftar yang ada dalam koleksi. Tetapi tidak ada standar berapa persen dari daftar pencocokan yang harus ada dalarn koleksi sebuah perpustakaan. Misalkan sebuah perpustakaan memiliki 53% dari buku-buku yang ada pada sebuah daftar pencocokan. Apakah nilai itu sudah memadai, apakah penting untuk memiliki semua buku yang ada di daftar? Membandingkan angka persentase dari
daftar untuk kepemilikan sebuah perpustakaan dengan perpustakaan lain kecil
manfaatnya, kecuali kedua perpustakaan itu mempunyai populasi yang dilayani
yang sarna. Kelemahan teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi koleksi
masih terus didiskusikan, namun tetap saja teknik ini bermanfaat bagi
perpustakaan dalam mengevaluasi koleksi. Sayang sekali di Indonesia belum memiliki pangkalan data jaringan perpustakaan yang secara resmi bekerja sama atau bibliografi yang dibuat khusus untuk evaluasi koleksi. Ada juga beberapa pustakawan yang mengumpulkan data katalog dari berbagai perpustakaan, namun data itu merupakan hasil usaha perorangan dan tidak ada kepastian perbaharuan data secara berkala. Salah satu
jalan keluarnya, seorang pustakawan dari perpustakaan sejenis menanyakan buku-
buku atau jurnal yang seharusnya dimiliki kepada perpustakaan lain yang sudah
diketahui umum bahwa badan induknya merupakan sebuah institusi yang bermutu
dalarn bidang subjek tertentu.
4. Penilaian Pakar
Metode ini tergantung pada keahlian seseorang untuk melakukan penilaian dan penguasaan terhadap subjek yang dinilai. Dalam metode ini pemeriksaan terhadap koleksi dalam hubungannya dengan kebijakan dan tujuan perpustakaan, dan seberapa baiknya koleksi itu memenuhi tujuan perpustakaan. Prosesnya bisa memerlukan peninjauan terhadap keseluruhan koleksi menggunakan daftar pengrakan (shelflist), bisa terbatas hanya pada satu subjek, itu yang sering terjadi, tetapi bisa juga mencakup berbagai subjek tergantung pada penguasaan pakar tersebut terhadap subjek yang akan di evaluasi. Biasanya metode ini berfokus pada penilaian terhadap kualitas seperti kedalaman koleksi, kegunaannya terkait dengan kurikulum atau penelitian, serta kekurangan dan kekuatan koleksi. Teknik mengandalkan pada penilaian seorang
pakar ini jarang digunakan tanpa dikombinasikan dengan teknik lain. Sering kali
pelaku evaluasi yang menggunakan teknik ini merasa tidak cukup bila hanya
melihat keadaan di rak. Maka mereka merasa perlu untuk mendapatkan kesan dari komunitas yang dilayani. Pengumpulan pandangan dari berbagai pengguna bisa dianggap
mewakili pandangan komunitas. Dengan dernikian pengguna didorong untuk terlibat dalam proses evaluasi koleksi.

5. Perbandingan Data Statistik
Perbandingan diantara institusi bermanfaat untuk data evaluasi. Namun ada keterbatasan disebabkan oleh perbedaan institusional dalam tujuan, program-program, dan populasi yang dilayani. Sebagai contoh, perpustakaan yang ada di sebuah sekolah tinggi untuk bidang ilmu tertentu, misalkan ilmu ekonomi, tentunya berbeda dengan perpustakaan yang ada di sebuah universitas yang mempunyai banyak fakultas dengan berbagai bidang ilmu. Dengan hanya menyatakan jumlah koleksi secara kuantitatif, sulit untuk dapat menyatakan kecukupan dari koleksi sebuah perpustakaan. Jumlah judul atau eksemplar saja tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat pertumbuhan koleksi. Tetapi dirasakan penting untuk mengembangkan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi koleksi yang berguna untuk pengambilan keputusan, tetap dengan cara yang
sederhana. Dengan dimanfaatkannya komputer untuk menyimpan data bibliografi bahan
pustaka telah menciptakan sarana evaluasi yang sangat berguna. Di Amerika Serikat sebuah pangkalan data yang meliputi koleksi berbagai perpustakaan yang tergabung dalam sebuah jaringan bernama Washington Library Network (WLN)merupakan sarana evaluasi koleksi yang banyak digunakan. Sebuah perpustakaan bisa membandingkan koleksi yang dimiliki dengan koleksi perpustakaan lain yang tergabung dalam jaringan WLN. Berhubung banyak perpustakaan di Amerika Serikat menggunakan standar klasifikasi Library of Congress, untuk membandingkan koleksi sebuah perpustakaan dengan data yang ada di WLN, data statistik koleksi dibandingkan berdasarkan nomor
klasifikasi Library of Congress. Dengan menggunakan pangkalan data jaringan WLN bisa diperoleh data seperti jumlah judul buku yang ada di koleksi sebuah perpustakaan untuk setiap nomor klasifikasi dibandingkan dengan koleksi perpustakaan lain, jumlah judul buku yang hanya dimiliki oleh sebuah perpustakaan untuk setiap nomor
klasifikasi, dan berapa jumlah judul buku yang sarna yang ada di koleksi berbagai
perpustakaan lain untuk setiap nomor klasifikasi, serta berbagai perbandingan
data stastistik koleksi lainnya.

6. Perbandingan dengan Berbagai Standar Koleksi
Tersedia berbagai standar yang diterbitkan untuk hampir setiap jenis perpustakaan. Standar itu memuat semua aspek dari perpustakaan, termasuk mengenai koleksi. Standar itu ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif, ada pula yang menggunakan pendekatan kualitatif. Contoh dari standar adalah Standards for College Libraries, antara lain memuat informasi mengenai cara untuk menentukan tingkatan kelas sebuah perpustakaan dalam ukuran koleksi berdasarkan persentase koleksi yang dimiliki dibandingkan dengan ukuran yang ideal.
Maka apabila ukuran koleksi sebuah perpustakaan sama atau melebihi dari yang ideal, maka perpustakaan itu mendapat kelas A. Untuk perpustakaan yang ukuran koleksinya di bawah yang ideal mendapat kelas di bawah A. Sebuah contoh standar yang lain, Books for College Libraries menyatakan bahwa sebuah perpustakaan perguruan tinggi yang mempunyai program pendidikan sarjana empat tahun seharusnya mempunyai koleksi minimum 150.000 eksemplar, 20% diantaranya seharusnya terbitan berkala yang sudah dijilid dan sisanya 80% adalah judul-judul monograf.

7. Metode pada Penggunaan kajian Sirkulasi
Pengkajian pola penggunaan koleksi sebagai sarana untuk mengevaluasi
koleksi semakin populer. Dua asumsi dasar dalam kajian pengguna/penggunaan
adalah:
a. Kecukupan koleksi buku terkait langsung dengan pemanfaatannya oleh
pengguna
b. Statistik sirkulasi memberikan gambaran yang layak mewakili penggunaan
koleksi.
Dengan digunakannya komputer dalam melaksanakan transaksi peminjaman, maka semakin mudah untuk memantau data sirkulasi. Ada masalah dengan data sirkulasi dikaitkan dengan nilai koleksi, karena data itu tidak termasuk data koleksi yang dibaca di dalam perpustakaan. Beberapa jenis koleksi seperti referens dan jurnal biasanya tidak dipinjarnkan. Jadi data sirkulasi belum mewakili keseluruhan data pemanfaatan koleksi.

8. Meminta Pendapat Pengguna
Survei untuk mendapatkan data persepsi pengguna tentang kecukupan koleksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu data yang sangat berguna dalam program evaluasi koleksi. Hanya perlu diperhatikan keobjektifan dari pengguna dalam menilai kecukupan koleksi dalam memenuhi kebutuhannya. Jangan sampai ketidaktahuan pengguna dalam mencari informasi di perpustakaan mengakibatkan penilaian kurangnya koleksi untuk memenuhi kebutuhan akan informasinya.
Begitu juga dengan lemahnya sistem temu kembali bisa mengakibatkan seolah-olah koleksi perpustakaan itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Perlu juga diketahui latar belakang pengguna mengapa seseorang mengatakan positif atau negatif tentang koleksi. Tentunya pengguna yang sudah sering menggunakan perpustakaan akan memberikan pendapat yang lebih objektif dibandingkan dengan pengguna yang baru atau bahkan tidak pemah menggunakan perpustakaan. Namun demikian bukan berarti bahwa pengguna atau calon pengguna yang demikian pendapatnya tidak perlu didengar.
Penentuan responden secara acak tentunya akan memasukkan semua unsur dalam populasi pengguna, termasuk pengguna potensial (belum menjadi pengguna). Perlu juga ada pertanyaan bagi pengguna potensial mengapa mereka tidak menjadi pengguna perpustakaan, apakah karena koleksinya tidak memenuhi kebutuhan mereka, ataukah karena mereka tidak mengetahui apa yang ada di koleksi perpustakaan? Dengan demikian yang menjadi masalah bukanlah koleksinya, tetapi masalah promosi perpustakaan. Semua itu harus menjadi masukan bagi evaluasi koleksi. Penentuan pertanyaan yang jeli akan
menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat, menghilangkan kemungkinan kesimpulan yang menyesatkan.

9. Menganalisis Statistik Pinjam Antar Perpustakaan
Bila pengguna sebuah perpustakaan banyak menggunakan perpustakaan
lain bisa jadi ada masalah dengan koleksi perpustakaan itu. Namun bisa juga ada
hal lain yang menyebabkan penggunanya lebih suka menggunakan perpustakaan
lain seperti petugas di perpustakaan lain lebih ramah, pelayanannya lebih baik,
keadaan perpustakaannya lebih nyaman, lebih mudah dan cepat menemukan buku di rak, lebih dekat dengan rumah atau kantornya, jam bukanya lebih sesuai dengan waktu yang dimiliki, tempat parkir mobilnya lebih mudah dan aman, dan berbagai alasan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kecukupan koleksi. Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa sumber dari semua masalah adalah koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna Pustakawan harus mencari informasi mengapa hal itu terjadi dan alasan utama terjadinya penggunaan perpustakaan lain oleh komunitasnya. Pustakawan pengembangan koleksi juga harus secara berkala memeriksa data pinjam antar perpustakaan, bila pelayanan itu ada. Bila ada buku atau jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, tetapi sering diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti buku atau jurnal itu mempunyai peminat yang tinggi, sehingga sewajarnya bila buku atau jurnal itu dimiliki oleh perpustakaan. Bila buku atau jurnal itu sudah ada di koleksi, tetapi juga banyak diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti diperlukan duplikat yang lebih banyak untuk buku tersebut. Untuk jurnal yang biasanya sangat mahal harga berlangganannya, perlu dipikirkan bagaimana sistem baca di tempat yang lebih memberikan kesempatan yang merata kepada pengguna.

10. Melakukan Kajian Penggunaan Di Tempat (Ruang Baca)
Melengkapi data yang diperoleh pada kajian sirkulasi, kajian terhadap
buku dan jurnal yang dibaca di tempat/rnang baca perlu dilakukan. Kajian dapat
dilakukan dengan menghitung buku dan jurnal yang ada di meja baca setelah
selesai dibaca pengguna pada kurun waktu tertentu. Idealnya buku dan jurnal
yang telah selesai dibaca itu dihitung seluruhnya sepanjang tahun.
Namun pelaksanaan penghitungan itu akan menghabiskan waktu dan
tenaga pustakawan. Oleh karena itu penghitungan dilakukan dengan pengambilan
contoh pada waktu-waktu tertentu dan sepanjang kurun waktu tertentu pula.
Misalkan ditetapkan pengambilan contoh akan dilakukan untuk kurun waktu tiga
bulan, dan dalam satu minggu pengambilan contoh dilakukan selama tiga hari,
serta pencatatan dilakukan setiap dua jam. Pengumpulan data dilakukan dengan menugaskan satu orang atau lebih petugas untuk mencatat banyaknya buku yang dibaca di ruang baca. Minggu pertama dipilih hari Senin, Selasa, dan Rabu petugas mencatat buku-buku yang dibaca pengguna setiap dua jam. Minggu berikutnya dipilih hari Kamis, Jum'at,dan Sabtu untuk melakukan pencatatan buku yang dibaca setiap dua jam, terus
berlanjut sampai tiga bulan. Dalam pengumpulan data perlu dipikirkan masa sepi dan ramainya pengguna yang menggunakan perpustakaan. Masa pengambilan data harus
mewakili kedua macam pola penggunaan perpustakaan, karena bila data diambil
hanya pada masa-masa tingginya penggunaan perpustakaan, angka yang diperoleh
akan lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebaliknya bila pengumpulan data
dilakukan pada masa-masa rendahnya penggunaan perpustakaan, maka angka
yang diperoleh akan lebih rendah dari angka yang seharusnya.
Karena tujuan pengumpulan data ini adalah untuk mengevaluasi koleksi, maka tidak cukup hanya mengetahui jumlah buku yang dibaca di tempat. Lebih rinci lagi, mungkin perlu diketahui jumlah buku yang dibaca di tempat berdasarkan nomor klasifikasi. Petugas pengumpul data perlu dibekali tabel yang telah dibagi kolom-kolomnya menurut nomor kelas dari 0 - 9. Dengan demikian bisa diketahui nomor kelas besar yang mana yang paling banyak digunakan, dan nomor kelas mana yang paling rendah digunakan.
Tingginya penggunaan untuk buku-buku kelompok kelas tertentu bisa berarti
bahwa pengguna memang membutuhkan informasi dalam subjek itu dan buku-buku yang ada corok dengan kebutuhan pengguna. Sedangkan rendahnya penggunaan kelompok kelas tertentu bisa berarti pengguna kurang membutuhkan informasi untuk subjek tersebut, atau buku-buku yang ada dalam subjek itu tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Untuk itu diperlukan data pendapat dari pengguna mengenai koleksi untuk subjek itu.
11. Memeriksa Ketersediaan Koleksi di Rak Pustakawan perlu melakukan pengumpulan data mengenai ketersediaan koleksi di rak pada kurun waktu tertentu. Maksud dari pengumpulan data ini untuk mengetahui seberapa tinggi bahan pustaka yang dicari pengguna tersedia di rak koleksi. Bila persentase penemuan tinggi, bisa berarti bahwa koleksi sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna. Bila persentase ketidaktersediaan bahan pustaka yang dilerai tinggi, ada dua kemugkinannya. Pertama, bahan pustaka itu dimiliki oleh perpustakaan tetapi sedang dipinjam atau dibaca oleh pengguna lain, artinya perpustakaan perlu menambah duplikat bahan pustaka itu. Kedua, bahan pustaka yang dicari memang tidak dimiliki perpustakaan, artinya bila sesuai dengan Kebijakan Pengembangan Koleksi maka bahan pustaka itu perlu
diadakan.. Untuk pengumpulan data ini diperlukan petugas khusus untuk
melakukannya. Cara pengumpulan data bisa dilakukan seperti yang dilakukan
untuk kajian penggunaan koleksi di tempat. Namun untuk mendapatkan data
judul-judul bahan pustaka yang banyak diperlukan tetapi belum tersedia di rak
bisa dilakukan secara terus menerus sepanjang tahun. Pengguna diminta untuk
menuliskan judul tersebut pada sehelai daftar isian yang akan dikaji oleh
pustakawan pengembangan koleksi untuk keputusan pembeliannya.

12. Evaluasi Te rbitan Berkala
Untuk mengevaluasi terbitan berkala, selain menggunakan metode yang
telah disebutkan di atas yang berlaku umum, ada hal-hal lain yang perlu
diperhatikan. Perbedaan ini disebabkan oleh sifat terbitnya yang berbeda dari
jenis-jenis bahan pustaka yang lain. Proses evaluasi pada terbitan berkala
mencakup:
a) Apakah akan melanjutkan atau menghentikan langganan terhadap sebuah judul
terbitan berkala
b) Apakah akan menambah langganan terhadap sebuah judul terbitan berkala
yang belum dimiliki

;;
Olah Data Statistik
(024) 74000680
 
 
 
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA